Jakarta, CNN Indonesia -- Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten kedua terluas di Pulau Jawa. Saking luasnya, tak lama lagi kabupaten ini membelah diri layaknya amoeba.
Rencana pemekaran Kabupaten Utara menimbulkan pertanyaan dibenak saya, “Apakah pemekaran ini akan memperbaiki kondisi Kabupaten Sukabumi, khususnya bagian utara?”
Permasalahan-permasalahan pun tak kunjung redam. Dari mulai kemacetan yang tak kunjung terselesaikan, jalan yang tak kunjung diperbaiki, tumbuhnya pabrik-pabrik pengeruk hak wanita, hingga mata air yang kian menipis.
Air tanah di Kabupaten Sukabumi menjadi primadona perusahaan asing. Kawasan Kecamatan Cidahu dan Kecamatan Cicurug merupakan kawasan yang kaya akan sumber air, baik itu air tanah maupun permukaan. Kedua Kawasan ini berada di sekitar Gunung Salak.
Melimpahnya mata air di kedua kecamatan tersebut membuat eksploitasi terhadap sumber air pun mulai menjamur. Dua kawasan ini menjadi primadona para perusahaan AMDK yang rata-rata pemilik modalnya adalah asing.
Sejak 1980-an perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) mulai masuk ke kawasan ini. Dan sekarang ratusan perusahaan pun mulai mengeruk keuntungan di tengah dahaganya warga sekitar.
Menjamurnya perusahaan AMDK membuat warga sekitar Cidahu dan Cicurug kesulitan mendapatkan air bersih. Yang tadinya mereka dapat mendapatkan mata air dari menggali sumur 7 meter, saat ini 17 meter pun belum tentu terlihat mata air.
Menurut beberapa sumber dari berbagai media pemberitaan di Sukabumi dan data dari hasil riset Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KruHa) Desa Babakan Pari merupakan desa yang sangat cepat mengalami perubahan yang signifikan terhadap keberadaan air bersih.
Sekiranya terdapat tujuh titik sumber air tanah di desa ini. Ketujuh titik tersebut terletak di Kampung Kubang Jaya, Kampung Kuta, Kampung Pasir Dalem, Kampung Pojok, Kampung Sawah, Kampung Kuta, dan Kampung Papisangan.
Ketujuh titik sumber mata air tersebut telah dieksploitasi oleh berbagai perusahaan AMDK, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Sedangkan warga sekitar sumber airnya didapat kebanyakan dari sumur galian dan PDAM. Warga sekitar pun kerap merasakan sulit mendapatkan air bersih ketika musim kemarau tiba.
Produk-produk dari perusahaan AMDK sering mengiklankan bagaimana perusahaannya peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup. Akan tetapi kelestarian sumber air di mana pabrik AMDK ini berada tidak diperhatikan.
Warga sekitar masih banyak yang kekurangan sumber air. Jalan-jalan dipenuhi lubang-lubang akibat mondar-mondirnya truk pengangkut air. Kemacetan pun tak terhindarkan.
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 diabaikan. Perusahaan dilindungi oleh oknum aparat ‘preman’ negara. Warga protes, dibungkam.
Ribuan kilometer ‘air’ mengalir mengelilingi Indonesia, sedangkan satu kilometer pun jejak air tak terlihat. Tampaknya memang sulit untuk warga sipil mendapatkan hak dasar untuk mendapatkan air.
(ded/ded)