Cerita Pendek Topi Merah

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2016 17:18 WIB
Makan minum dari alam sekitar hutan itu, kepekaan membaca tanda-tanda alam, salah satunya membedakan tumbuhan beracun dan tidak, mereka pakarnya.
Ilustrasi (morgueFile/taliesin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tanah lembab bau hutan hujan tidak membuat perburuan melambat di pendakian lereng itu. Jarkon, memimpin satu Peleton Pasukan Sunyi. Tidak bersuara, hanya mendengar nafas mereka sendiri, di belantara hutan hujan menuju perbatasan Timur Jauh.

Jarak menuju sasaran dari titik komando penerjunan dipastikan sembilan kilometer lagi. Jarkon dan pasukannya bergerak super cepat. Seperti malaikat hijau menyatu dengan hutan hujan itu. Sunyi pada kelembaban cukup tinggi.

Peleton Pasukan Sunyi, dilengkapi persenjataan modern berperedam suara, dengan panjang kepala peluru dua inci berisi 90 peluru per-magazine di genggaman mereka. Dapat menembus logam setebal sepuluh kali kulit badak dewasa.

Masing-masing dilengkapi satu pisau komando titanium bermuka ganda. Tanpa radio penghubung komando pusat. Satelit mengawasi mereka tersistem pada chip detektor tertanam di bagian belakang bahu bernomor identitas masing-masing.

Risiko hidup atau mati, hal biasa dalam tugas buru sergap. Tidak ada ransel perbekalan di punggung mereka. Makan minum dari alam sekitar hutan itu, kepekaan membaca tanda-tanda alam, salah satunya membedakan tumbuhan beracun dan tidak, mereka pakarnya.

Kekuatan Peleton Pasukan Sunyi, satu banding seratus orang. Satu peleton mampu menghancurkan wilayah setengah kota metropolis dalam hitungan menit, mereka dilengkapi senjata pelontar mini nuklir per unit persenjataan komando.

Peleton Pasukan Sunyi, berkostum gelap berlapis serat logam optis-adaptif tepat guna, utamanya berfungsi melindungi dari serangan senjata berat, untuk penyusupan ke wilayah lawan, siang maupun malam, seperti bunglon dapat berubah rupa menyesuaikan sensor tempat dan warna sekitarnya setiap saat.

Ini tugas kesekian kalinya bagi Jarkon, komandan peleton. Tidak ada alasan meninggalkan pasukannya, meski dalam keadaan mati, biaya pendidikan perorang secara spesifik kemiliteran khusus, berkisar Rp2 miliar pertahun.

Hal tersebut telah menjadi risiko dari kemajuan zaman tekno canggih bidang kemiliteran demi melindungi rakyat dan negara dari gangguan teror siluman baik dalam bentuk Super Cyber, maupun taktis secara fisik dan mental.

Serentak semua menghentikan langkah, ada suara semacam bunyi burung. Dari barisan belakang nama sandi Katak Merah memberi isyarat bahwa itu bukan suara burung.

Segera semua pasukan seakan menjadi tumbuhan, menyatu pada lingkungan sekitar. Jarkon, memberi isyarat sandi dengan jarinya. Sungguh sulit menjelaskan keadaan itu. Mereka seperti lenyap, dalam misteri suara dan warna hutan hujan.

Bahu Jarkon disentuh sesuatu, Makhluk itu berada di sampingnya, sebelum Jarkon bergerak menyerang, Makhluk itu memberi isyarat secepat membuka topeng serupa semak belukar.

Berdesir darah Jarkon, ternyata Makhluk itu sahabat lama pernah menyelamatkan nyawanya dari racun laba-laba punggung merah menggigit tengkuknya, Jarkon nyaris lumpuh total. Sahabat itu Anak Kepala Suku Tengah, bermukim di atas-atas pepohonan di tengah lebatnya hutan hujan pegunungan.

Anak Kepala Suku Tengah, telah menguntit pasukan Jarkon, sejak pertengahan perjalanan. Beberapa mata-mata pihak lawan, telah dimusnahkan oleh mereka, demikian bahasa isyarat singkat, dikisahkan oleh Anak Kepala Suku Tengah kepada Jarkon dan pasukannya, sambil menggambarkan peta situasi musuh di atas tanah lembab hutan hujan itu. Mereka kembali bersatu seperti dulu. Komitmen lama mengikat mereka.

Pasukan di bagi delapan penjuru mata angin, di pecah menjadi kelompok lebih kecil lagi. Empat orang anak suku menjadi bagian pasukan, masing-masing bergabung dengan kelompok kecil pasukan Jarkon.

Mereka menuju target. Mendekati lokasi pihak lawan dari delapan penjuru mata angin. Suasana makin memasuki ketinggian menuju puncak hutan hujan, oksigen alam cukup. Kesunyian amat magis pekat melekat, alam menghipnotis sekitarnya. Mirip bau tenung.

Suara desir angin membawa suara-suara apa saja. Kadang seakan ada suara desah ribuan bisik, atau rintihan helaan nafas di frekuensi aneh teracak, mendekat, menjauh, mencipta kegaiban menggedor logika, menyedot kewaspadaan.

Masing-masing pasukan telah berpencar mewaspadai situasi hening, seperti biasa sering mereka jumpai di hutan-hutan manapun, penyimpan aklamasi hidup mistis metafisis, direkam gemersik ranting dedaunan, bayang pepohonan bagai hantu maut di kehidupan hutan hujan itu.

Pergerakan kelompok-kelompok pasukan Jarkon, mengepung sarang lawan. Terdengar sayup puji-pujian upacara ritual eksentrik, dari arah hunian gerombolan lawan.

Sosok-sosok bertubuh aneh berseliweran menjaga sekitar, lalu-lalang penghuni tempat itu, tampak samar berkabut tebal. Jarkon, mengisyaratkan pasukannya. Serentak, kelompak-kelompok pasukan Jarkon, siap menyerbu dari delapan penjuru mata angin.

Kelompok Anak Kepala Suku Tengah, melepaskan panah api dari berbagai sudut, menerangi situasi sarang itu. Bersamaan dengan terbangnya anak panah, seluruh kelompok pasukan Jarkon, menyergap dengan kecepatan hiper-imajinatif. Seperti Makhluk ada tiada, menghilang, menyata.

Pertempuran Peleton Pasukan Sunyi, berlaku sedemikian kilatnya, segaib itu. Jarkon mencari Singa Kobra, julukan biang kerok gerombolan itu. Situasi murka dalam ketenangan mengendalikan sikap pada penyerbuan oleh pasukan Jarkon.

Melihat kepala-kepala tergantung di setiap jengkal pemukiman pihak lawan. Geram, amarah tidak boleh mempengaruhi sikap penyerbuan, tetap fokus dalam sunyi, pemusnahan para horor Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan itu.

Jarkon melihat sosok menyelinap. “Bum!” Jarkon menyergap. Lawan balik menyerang. Pergulatan seru. Keduanya saling bergedebam! Bam! Bum! Jumpalitan. Bergulingan. Saling membanting. “Bam!”

Tampak taring-taring gigi lawannya, menggeram, menerkamnya. Jarkon berkelit cepat. Perkelahian keduanya makin liar. “Gila! Mereka sudah jadi.” Geram hatinya.

Jarkon meningkatkan kewaspadaan. “Bam!” Jarkon berhasil memenggal kepala Singa Kobra. Kawanan Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan seakan terhipnotis tekno laser, membeku, membara, meledak, lenyap.

“Haach!” Satu Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan muncul dari kegelapan melompat menyerang menerkam mencabik dada Jarkon hingga jantungnya copot. Jlep! Dua panah Anak Kepala Suku Tengah menembus kepala dan jantung Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan itu, membeku, membara, meledak, lenyap.

“Komando!” Suara dari nama sandi Katak Merah. Serentak kostum mereka menjadi pelindung panas nuklir. Kelompok Anak Kepala Suku Tengah segera merekatkan diri rapat menyatu dengan pepohonan raksasa di sekitarnya.

“Glar!” Tembakan satu mini nuklir memusnahkan lokasi Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan. Peleton tak punya pilihan, selain memusnahkan lokasi Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan. Luluh lantak.

Anak Kepala Suku Tengah, Menembakkan anak panah paling besar membawa kantong mantra turun temurun, berisi air kelapa muda, dengan busur khusus lebih besar. Anak panah itu tepat menancap di tengah reruntuhan lokasi Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan.

Berangsur-angsur segala sisa apapun di lokasi Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan. berubah bertahap cepat, berkabut tebal, menerawang tipis sirna segala hal.

Pohon-pohon bertumbuhan dengan cepat secara ajaib di lokasi bekas Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan. Seluruh Peleton Pasukan Sunyi memandangi dengan takjub.

Lokasi Manusia Kanibalis Pemangsa Hutan, kembali seperti sedia kala menjadi hijau hutan. Menyatu dengan hutan hujan sekitarnya.

Seluruh tim penyerbuan memanjatkan doa syukur. Jarkon wafat dalam tugasnya. Upacara resmi kemiliteran memakamkan jasadnya. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER