Jakarta, CNN Indonesia -- “ Injustice Anywhere is A Threat To Justice Everywhere”
(Ketidakadilan di suatu tempat merupakan ancaman bagi keadilan di mana-mana)
Pernyataan yang diungkapkan oleh Martin Lurther King ini kembali menjadi bahan refleksi bagi kita mengenai makna dari keadilan. Keadilan yang begitu dipandang utopis oleh sebagian besar orang. Bahkan dianggap mustahil untuk diwujudkan hingga mengundang renungan dan memicu perdebatan. Lantas muncul pertanyaan dalam benak, sudah sejauh manakah kita memahami hakikat keadilan? Sudahkah bangsa ini mewujudkannya?
Sebelum lebih jauh berbicara mengenai keadilan, sudah sepatutnya kita memahami arti dari kata keadilan itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata keadilan berarti sifat (perbuatan, perlakuan, dan sebagainya) yang adil.
Bila kita berbicara dengan konteks keadilan sosial dalam suatu bangsa, maka KBBI menyebutkan, keadilan sosial adalah kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya.
Artinya, setiap rakyat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak-haknya yang telah dijamin oleh negara melalui seperangkat hukum yang telah negara susun. Dengan begitu, negara berkewajiban untuk mewujudkan keadilan yang diawasi oleh hukum demi tercapainya keadilan sosial tersebut.
Kita pun perlu kembali pada pedoman hidup bangsa yang telah disusun oleh para pendiri bangsa yakni, Pancasila. Lima prinsip bangsa Indonesia yang perlu terus dijunjung dan diimplemantasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sesuai seperti yang dikatakan oleh butir kelima dari Pancasila yakni, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam hal ini, pemerintah tentunya memiliki peranan yang sangat vital dalam usaha mewujudkannya atau paling tidak meminimalisirnya. Kita sudah mengetahui bahwa negara ini adalah negara hukum, namun masih banyak ketidakadilan yang tidak bisa dikecap oleh segelintir orang. Dengan begitu, negara melalui seperangkat aturan beserta pihak-pihak yang memiliki kewenangan sudah seharusnya sekuat tenaga dan pikiran untuk mewujudkannya.
Pemerintah sebagai pemegang mandat rakyat perlu sadar betul akan tugas luhurnya ini. Bila kita melihat pada media massa akhir-akhir ini, pemberitaan terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 sedang gencar-gencarnya diawasi oleh media. Terutama pemberitaan terkait dengan panasnya atmosfer Pilkada DKI Jakarta.
DKI Jakarta sebagai cerminan dari Indonesia memang tengah menarik perhatian sebagian besar media dan masyarakat. Hal ini terkait dengan pertarungan sengit dan tak terduga di antara para calon yang ada. Sebut saja calon kuat petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menggaet Djarot Saiful Hidayat, lalu pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylvia Murni, serta pasangan Anies Baswedan - Sandiaga Uno telah menimbulkan banyak proyeksi dan penilaian dari berbagai pihak.
Ada yang menilai kekuatan elektabilitas Ahok-Djarot akan membuat pasangan ini unggul, lalu ada yang melihat sosok Agus Harimurti yang berpasangan dengan Sylvia Murni dinilai memiliki latar belakang militer yang baik dan mencerminkan ketegasan, lalu ada sosok Anies Baswedan yang terkenal dengan kinerjanya yang sangat baik saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Survei dan penilaian terus dilakukan oleh banyak pihak. Namun, terlepas dari itu semua, sebagai rakyat kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang bisa bersaing dengan kompetitif dan sehat. Hal ini berlaku pada Pilkada di daerah lainnya di Indonesia.
Pilkada seharusnya menjadi wadah bagi para pelaku politik untuk memperlihatkan gagasan, ide dan pemikiran yang segar sekaligus solutif guna mewujudkan keadilan bagi rakyat. Hal ini diwujudkan dengan program kerja yang matang sehingga publik bisa terpancing juga untuk mengikuti kegiatan politik yang sehat dan mendidik menuju politik yang cerdas. Sebisa mungkin para calon pemimpin daerah ini, menghindari persaingan yang tidak sehat seperti melalui kampanye hitam dan praktek politik yang salah lainnya. Masyarakat membutuhkan atmosfer politik yang segar supaya optimistis dalam menyongsong hidup dengan terwujudnya keadilan sosial tersebut.
Perlu diingat, pertarungan politik yang sehat adalah bentuk dari keadilan sosial bagi bangsa. Politik yang kotor akan berdampak negatif bagi terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagaimana tidak? Memulai sesuatu dengan cara yang kotor dan tidak diniatkan untuk kepentingan rakyat tidak akan berjalan dengan baik.
Dari hal tersebut pun sudah terlihat bahwa para calon pemimpin enggan untuk mewujudkan keadilan bagi rakyat. Rakyat justru dibodohi oleh slogan-slogan dan janji-janji palsu. Rakyat hanya dijadikan alat untuk pencapaian kekuasaan dengan menghilangkan hak-haknya untuk memperoleh keadilan melalui politik yang sehat. Hal ini merupakan suatu bentuk ketidakadilan terselubung yang tidak semua pihak menyadarinya. Tentunya, ketika para calon ini telah meraih kekuasaan maka berpotensi menimbulkan rentetan ketidakadilan lainnya bagi rakyat.
Bayangkan pembaca, hanya karena ketidakadilan di satu titik yakni pada saat Pilkada yang dinodai oleh praktek politik yang kotor, rakyat harus menerima dampak ketidakadilan dalam hal lainnya. Hal ini dikarenakan oleh kekerdilan pemikiran dari para calon pemimpin sehingga tidak memberikan sepenuh jiwa dan pikiran untuk menciptakan visi-misi yang berorientasi pada kerakyatan. Lantas bagaimana rakyat bisa memperoleh keadilan dalam berbagai bidang kehidupan secara keseluruhan? Tentu akan sulit untuk mewujudkannya.
Kegiatan politik seperti pemilihan pemimpin untuk daerah ini perlu menunjukkan politik yang cerdas. Politik yang dipenuhi oleh kesiapan strategi dengan program kerja yang baik dan gagasan yang matang bukan dengan ketidakjujuran apalagi praktek kampanye hitam.
Rakyat perlu dididik dengan politik yang cerdas. Para calon pun perlu menjadi figur yang baik dan teladan.
Dengan adanya politik sehat dan pemimpin yang teladan maka bukan hal yang mustahil bila keadilan sosial bagi bangsa Indonesia ini bisa diwujudkan secara perlahan. Semuanya bergantung dengan niat dan keteguhan hati dalam mewujudkannya. Dalam hal ini negara dan sistem politik memiliki peranan yang sangat penting. Negara perlu menjamin terlaksananya kegiatan politik yang sehat dan adil guna mencapai keadilan sosial yang terpatri dalam Pancasila.
* Mahasiswa Program Studi Ilmu Jurnalistik, Fikom, Universitas Padjadjaran.
(ded/ded)