Meraih Cinta dan Cita-cita

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 13 Okt 2016 13:30 WIB
Ini cerita tentang cinta dan cita-cita. Pastinya semua insan kamil ingin meraih cinta dan cita-cita, bukan?
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Dewi Fajriani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ini cerita tentang cinta dan cita-cita. Pastinya semua insan kamil ingin meraih cinta dan cita-cita.

Jika cinta dibawa lari menjadi cita-cita berlari jadi film Runaway Bride, karena Julia Robert takut dengan gaun pengantin, atau bisa juga sebaliknya, justru dia ingin memakai gaun itu untuk lari pagi barangkali loh.

“Halo! Cinta apa kabar.” Merdu mengayun di seberang sana dengan ponsel bermerek mahal.

“Ya? Haluu!” Jawaban merdu dengan ponsel bermerek lebih mahal, terpenting memang ingin bergaya, agar lifestyle tak tertinggal di busway atau di angkot atau di commuterline.

Adik dan Kakak. Enggak boleh ya bermahal-mahal. Belilah kebutuhan bermanfaat untuk menunjang kegiatan belajar dan cita-citamu tanpa membebani Bunda dan Ayah.

Lanjut lagi ceritanya. Sebab sakit leher karena terlalu banyak menunduk, sedang diteliti para ahli, dalam rangka memenuhi permintaan serangan flu leher karena terlalu banyak menundukkan kepala di mana saja kapan saja.

Itu sebabnya WHO-Badan Kesehatan Dunia, tetap geleng-geleng kepala tak paham. Melihat epidemi penyakit nunduk merambah dunia ponsel.

Nah tuh. Persoalan cinta menjadi pelik dalam olah gaul antar kata, antar urban simbol dan city lifestyle. Merambah hutan kota menjadi semakin the city of no regret.

“Hihihi…Sok bahasa Inggris terbolak-balik.”

“Biarin. Kan aku tinggal di City Walk.”

“Apa tuh?”

“Kota jalanlah hai! Jangan bilang Mami kalau Pul-Kam ya. Di sini namaku menjadi… (berbisik) Si Cantiuke…” dengan suara agak sengau seakan baru saja tiba dari Eropa or Amrik.

“Ngapain sih kamu ganti-ganti nama segala.”

“Life Style lah hai! Gaul dong!”

“Oh? Oke! Baiklah jika demikian. Bagiku di desa atau di kota namaku ya tetap namaku. Sebab nama adalah karunia Bunda dan Ayah atas fitrah Ilahi.”

Adik dan Kakak di manapun dikau berada. Di Desa atau di Kota adalah sama saja. Jika yakin dan teguh pada tujuan pasti dapat meraih cita-citamu.

Masih ingatkah kisah Kak Raeni lulus S1-Universitas Negeri Semarang (Unnes) putri bungsu dari Ibu Sujamah dan Pak Mugiyono-berprofesi sebagai penarik becak, berpenghasilan sekitar Rp10 ribu-50 ribu perhari?

Hal tersebut justru memotivasi Kak Raeni meraih beasiswa Bidik Misi, menuju pendidikan tinggi Jurusan Akuntasi Fakultas Ekonomi-Unnes, terus mengejar cita-citanya ingin menjadi guru.

Hingga mendapat beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan, menuju program S2-Magister of Science in International Accounting and Finance, di Birmingham University-Inggris. Semangat dan terus belajar. Salam Indonesia Cerdas dan Unit. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER