Auschwitz, CNN Indonesia -- Menjelang peringatan 70 tahun pembebasan tahanan Yahudi dari kamp konsentrasi Auschwitz di Polandia, beberapa keturunan korban peristiwa Holocaust yang selamat sepakat untuk menuliskan pengalaman hidup mereka ke dalam sebuah buku, berjudul 'God, Faith and Identity from the Ashes: Reflections of Children and Grandchildren of Holocaust Survivors'.
Sebanyak 88 orang keturunan korban Holocaust yang selamat menceritakan bagaimana mereka mewarisi memori dari keluarganya yang mengalami tragedi tersebut. Buku tersebut merupakan cara mereka menyebarkan memori yang mereka dapat dari kerabatnya.
"Banyak anak dan cucu dari korban Holocaust seperti hidup dengan hantu," tulis Menachem Rosensaft, anak korban Holocaust, dalam kata sambutan buku tersebut, seperti ditulis Reuters, Selasa (9/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hidup kami dihantui berbagai cerita pengalaman tragis, meskipun kami tak pernah mengalami atau menyaksikannya sendiri," kata Rosensaft melanjutkan.
Buku tersebut ditulis oleh anak, cucu, dan keluarga korban Holocaust yang berasal dari 16 negara dan berusia antara 27 tahun hingga 72 tahun.
Sebagian besar penulis lahir di kamp pengungsian di Eropa pada akhir Perang Dunia II, namun beberapa penulis lainnya merupakan cucu korban Holocaust yang berusia 20 hingga 30.
Tidak ada satupun dari penulis yang menyaksikan dan mengalami sendiri tragedi Holocaust, ketika tentara Nazi membantai sekitar enam juta orang Yahudi.
Baca juga:
Kaki Tangan Nazi Berumur 93 Tahun DiadiliDi antara banyak buku dan studi tentang perkembangan psikologis anak dan cucu korban Holocaust, buku ini berfokus pada pengalaman kakek dan nenek mereka yang mengalami tragedi Holocaust dapat membantu membentuk identitas mereka dan pandangan mereka terkait Tuhan dan Judaisme.
Baca juga:
Umat Yahudi Akan Selalu CemasJajaran penulis buku ini terdiri dari 51 pria dan 37 wanita, yang datang dari berbagai profesi dan kelas sosial, seperti akademisi, penulis, rabi, politisi, seniman, wartawan, psikolog, aktor dan terapis seksualitas.
Salah satu penulis termuda adalah Alexander Soros, 29 tahun, anak dari investor George Soros. Dalam buku ini, Alexander menceritakan pengalaman ayahnya sebagai seorang anak di Jerman pada 1944, ketika Budapest diduduki tentara Nazi.
Salah satu penulis tertua, Katrin Tenenbaum, warga Italia berusia 72 tahun, menulis bahwa jarak yang terentang antara generasi saat ini dengan mereka yang mengalami Holocaust membuat tragedi ini kehilangan fokus dan makin sulit untuk dimengerti.
Buku yang diterbitkan oleh Yahudi Lights, yang berbasis di Amerika Serikat, dibuka dengan prolog dari pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Elie Wiesel, 86 tahun, salah satu korban yang selamat dari kamp Auschwitz dan Buchenwald.
Baca juga:
Bekas Ruang Gas Nazi Ditemukan