MENERANGI ISIS

Melawan ISIS, Warga Barat Bergabung Pasukan Kurdi

Ike Agestu/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 05 Jan 2015 15:44 WIB
Terdorong oleh niat melawan kekejaman ISIS, banyak warga dari negara Barat datang ke Suriah untuk bergabung dengan tentara Kurdi.
Mengaku termotivasi dari video eksekusi yang disebarluaskan ISIS, banyak warga dari Barat yang bergabung dengan tentara Kurdi untuk melawan ISIS. (Reuterrs/Ahmed Jadallah)
Derik, CNN Indonesia -- Melintasi perbatasan Irak-Suriah secara ilegal, seorang pria berkebangsaan Kanada, Peter Douglas, bersikeras bahwa ia melakukan itu karena alasan kemanusiaan, untuk membantu rakyat Suriah.

Douglas adalah satu dari banyak orang asing yang menghindari pihak berwenang untuk bergabung melawan militan ISIS yang telah menewaskan ribuan orang dan merebut sebagian besar wilayah Irak dan Suriah, mendeklarasikan kekhalifahan di wilayah yang berada di bawah kendali mereka.

Banyak pejuang seperti Douglas berpendapat mereka ada untuk alasan kemanusiaan, tetapi mereka juga mengatakan keputusan mereka untuk mengangkat senjata untuk memperjuangkan rakyat Suriah tidak akan dilihat seperti itu oleh beberapa pihak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya ingin melawan ISIS, meskipun mungkin itu mungkin adalah hal terakhir yang saya lakukan," kata Douglas, 66, dari Vancouver, saat ia siap untuk naik perahu melintasi bentangan terpencil Sungai Tigris.

"Saya tahu saya memiliki 10 tahun untuk hidup sebelum saya mulai menderita demensia atau stroke jadi saya ingin melakukan sesuatu yang baik," tambahnya, meskipun ia mengakui bahwa mengangkat senjata adalah hal yang baru dalam daftar pekerjaan yang ia kejar.

Sejauh ini diperkirakan beberapa lusin warga dari negara Barat telah bergabung pejuang Kurdi untuk memerangi ISIS di Suriah utara, termasuk dari Amerika, Kanada, Jerman dan Inggris.

Faksi bersenjata Kurdi SUriah yang dikenal sebagai YPG belum merilis angka resmi untuk mengkonfirmasikan "pejuang kemerdekaan" asing dan akademisi mengatakan sulit untuk menentukan jumlah mereka.

Namun jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan sekitar 16 ribu orang dari sekitar 90 negara yang bergabung ISIS sejak 2012, menurut Kementerian Luar Negeri AS.

PBB telah memperingatkan kelompok ekstrimis di Suriah dan Irak merekrut orang asing dalam ”skala belum pernah terjadi sebelumnya" dan dengan komitmen untuk jihad yang bisa "membentuk inti dari sebuah diaspora baru" yang akan menjadi ancaman selama bertahun-tahun yang akan datang.

Perlakuan berbeda

Pemerintah negara Barat memantau para pejuang asing tersebut, tetapi lembaga penegak hukum membedakan perlakuan terhadap mereka yang bergabung dengan ISIS dengan mereka yang bergabung dengan perlawanan Kurdi.

Perdana Menteri Inggris David Cameron telah menjelaskan ada perbedaan mendasar antara pertempuran untuk Kurdi dan ISIS.

Hukum Inggris menetapkan berjuang dalam perang asing tidak secara otomatis sebagai sebuah pelanggaran dan tergantung pada keadaan.

Dua veteran militer Inggris , Jamie Baca dan James Hughes , kembali ke Inggris bulan lalu setelah beberapa bulan bergabung dengan YPG, mengatakan mereka berjuang untuk "tujuan kemanusiaan" dan tidak ada tindakan yang diambil terhadap mereka saat mereka kembali.

Mereka menjadi sukarelawan melawan ISIS setelah serangkaian video mengerikan yang menunjukkan pembunuhan ISIS terhadap dua wartawan AS, seorang pekerja kemanusiaan AS dan dua pekerja kemanusiaan Inggris serta  jutaan warga Suriah yang terjebak di antara pasukan ISIS dan pasukan pemerintah.

Kelompok pemantau konflik Suriah yang berbasis di Inggris, Syrian Observatory, memperkirakan dalam enam bulan kelompok radikal Sunni ISIS telah menewaskan sekitar 1.878 orang di Suriah, sebagian besar warga sipil.

Lebih dari 200 ribu orang telah tewas dalam perang sipil Suriah, yang dimulai ketika pasukan Presiden Bashar al-Assad menindak protes damai pro-demokrasi pada 2011.

Alasan kemanusiaan

"Kami pergi ke sana untuk membantu orang yang tidak bersalah dan mendokumentasikan perjuangan YPG melawan ISIS," kata Hughes, 26, yang menghabiskan lima tahun sebagai tentara Inggris, kepada Thomson Reuters Foundation.

"Kami mendapat sebuah sambutan yang hangat di rumah. Semua orang mengira kami pahlawan. Mereka bangga kepada kami. Saya juga menerima ratusan pesan dari orang yang ingin bergabung dengan YPG," katanya, menambahkan ia berencana untuk kembali ke Suriah dalam beberapa bulan mendatang.

Meski begitu, masih banyak pejuang asing yang bergabung dengan YPG  tetap mengkhawatirkan soal dampak hukum ketika mereka kembali ke rumah sehingga berusaha untuk tetap anonim.

"Kami mungkin mendapat masalah dengan pemerintah kami," kata salah seorang veteran AS yang memastikan semua urusan keuangan dan hukumnya beres sebelum menuju ke Rojava, daerah yang dikuasai oleh YPG di Suriah.

Banyak juga yang khawatir bagaimana media menggambarkan mereka dan ingin menjelaskan mereka adalah relawan, bukan tentara bayaran.

Banyak dari mereka memiliki pengalaman militer dan telah mendaftar untuk bertempur melalui kontak di Facebook.

Lorenzo Vidino, seorang analis di Institut Studi Politik Internasional di Italia, mengatakan para pejuang asing mungkin berpendapat mereka bergabung dengan pertempuran melawan ISIS untuk kebaikan tapi mereka tidak efektif secara militer.

“Orang-orang dari negara Barat bergabung dengan YPG adalah fenomena yang sangat kecil terutama jika dibandingkan dengan ISIS. Mesin perekrutan ISIS bekerja lebih baik dan Anda dapat melihat bukti dari segi jumlah mereka," katanya.

Tentara AS, Dean Parker, 49, bergabung setelah menonton rekaman video dari Sinjar di Irak pada Agustus lalu ketika militan ISIS membunuh dan menangkap ribuan minoritas Yazidi.

"Saya melihat ketakutan dan teror di anak ini, mata yang melihat langsung kepada saya melalui kamera. Saya tidak pernah tersentuh oleh hal seperti itu dalam hidup saya sebelumnya,” katanya dalam sebuah pertukaran surel.
Beberapa pejuang asing itu diwawancarai di lokasi, melalui surel atau melalui telepon pada November dan Desember 2014 lalu.

Seorang wanita Kanada-Israel, Gill Rosenberg, 31, dari Tel Aviv, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Radio Israel bahwa dia memutuskan untuk bergabung dengan YPG karena alasan kemanusiaan dan ideologis.

Tapi tidak semua pejuang asing termotivasi oleh penyebab yang sama.

Jordan Matson, 28, misalnya, seorang veteran tentara AS dari Winconsin yang bergabung dengan YPG sekitar empat bulan yang lalu, mengatakan ia bergabung karena ia melarikan diri dari hidup ‘sipil’ yang tidak ia sukai.

"Di sini, justru, semuanya masuk akal," katanya kepada Thomson Reuters Foundation dasar YPG di dekat Derik, sebuah kota di wilayah Kurdi Suriah.
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER