Riyadh, CNN Indonesia -- Raja Arab Saudi Abdullah meninggal dunia pada Jumat (23/1). Semasa hidupnya, Abdullah dikenal sebagai seorang raja reformis yang dicintai rakyatnya karena kesederhanaan dan kepeduliannya.
Dalam ulasan Reuters disebutkan, Abdullah bin Abdulaziz, lahir tahun 1924, saat roda mobil pertama kali berputar di jalanan berdebu kota Riyadh. Dia memimpin Kerajaan Saudi sejak 2006 saat Raja Fahd meninggal dunia. Namun sebenarnya, selama satu dekade sebelumnya, dia telah menjadi pemimpin de facto Kerajaan Arab Saudi.
Menggantikan Abdullah adalah Putra Mahkota Salman. Raja baru Saudi ini diprediksi masih akan melanjutkan kebijakan dalam dan luar negeri Abdullah serta upaya pemerintah membujuk dewan ulama untuk mengakurkan tradisi Islam dengan kebutuhan ekonomi modern.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikenal pendiam dan kebapakan, Raja Abdullah lahir saat ayahnya Abdulaziz Bin Saud menjabat raja, 91 tahun lalu. Saat itu, Riyadh adalah kota oasis kecil yang dipenuhi rumah-rumah bertembok lumpur.
Pada tahun 1995 saat Raja Fahd menderita stroke, Abdullah menggantikannya dalam membuat keputusan di kerajaan. Abdullah juga dikenal sebagai diplomat tulen sekaligus konservatif yang memiliki hubungan dekat dengan suku Badui Arab.
Reputasinya semakin meningkat saat Abdullah melakukan reformasi yang bertujuan untuk memangkas gaya hidup mewah keluarga kerajaan dan mengatasi pengangguran muda dengan meliberalisasi perekonomian demi menstimulasi pertumbuhan sektor swasta.
Setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh 19 orang yang 15 di antaranya adalah warga Saudi, dan pengeboman yang marak oleh al-Qaidah di Saudi, Abdullah berupaya meredam pengajaran intoleransi di sekolah dan masjid dengan merangkul para ulama konservatif.
Reformasi ekonomi yang dicanangkannya berjalan lambat dan hanya berhasil sebagian, namun kebijakan Saudi yang bergerak perlahan namun pasti membuat Abdullah populer di antara kaum muda—berusia 30 tahunan—yang jumlahnya 60 persen dari populasi total Saudi.
Saat negara-negara Arab lainnya mengalami revolusi dan jatuhnya satu persatu pemimpin Timur Tengah, Arab Saudi tidak tersentuh aksi demokrasi. Pemerintah Saudi melarang segala bentuk demonstrasi dan para aktivis demokrasi ditangkapi.
Namun Abdullah tetap populer, terutama setelah dia mengeluarkan anggaran sebesar US$110 miliar untuk kesejahteraan sosial, perumahan, dan membuka lapangan pekerjaan.
Pemimpin sederhanaDi saat kebanyakan Pangeran Saudi menghabiskan liburan di istana-istana mereka di Mediterania, Raja Abdullah lebih suka menyepi di sebuah perkemahan di gurun.
Di bawah kepemimpinannya juga, keluarga Kerajaan Saudi mulai kehilangan hak-hak istimewa. Abdullah berusaha memangkas gaya hidup mewah keluarga monarki dengan cara mewajibkan anggota kerajaan membayar sendiri seluruh tagihan mereka, termasuk tagihan telepon dan tiket pesawat.
Saat Abdullah
blusukan ke wilayah-wilayah kumuh di Saudi sesaat setelah ditunjuk sebagai raja, dia dipuji publik sebagai keluarga kerajaan pertama yang mengakui bahwa kemiskinan masih ada di negara itu.
Raja yang bergelar Penjaga Dua Masjid Suci—Masjidil Haram dan Masjid Nabawi—ini juga ingin meningkatkan posisi wanita di kerajaan Saudi, salah satunya dengan memberikan pendidikan yang lebih baik, peluang kerja yang lebih besar, dan memperbolehkan wanita ikut serta dalam pemilu daerah pada 2015.
Dia juga mengatakan, wanita bisa menjadi anggota Dewan Syuro berikutnya. Dewan Syuro adalah badan pemerintah Saudi yang memberikan masukan terkait hukum dan undang-undang.
Namun demikian, wanita di Saudi masih dilarang berkendara sendiri, harus meminta izin wali untuk bekerja, bepergian keluar negeri, membuka rekening bank dan melakukan beberapa jenis operasi.
Melawan pengaruh IranDalam beberapa tahun terakhir, kebijakan luar negeri Abdullah fokus pada upaya kerajaan membendung pengaruh Iran di Timur Tengah.
Kebijakan itu mencapai puncaknya pada Maret 2011 saat Saudi mengirim bantuan pasukan ke Bahrain untuk mendukung negara tersebut melawan pemberontakan masyarakat Syiah yang didukung Iran.
Keputusan itu memang tidak populer di antara kelompok minoritas Syiah di Saudi. Namun para pemimpin sekte di Saudi mengatakan bahwa Abdullah telah bekerja lebih keras untuk mengurangi diskriminasi ketimbang pendahulunya.
Pemerintah Riyadh khawatir invasi AS ke Irak tahun 2003 yang mengganggu keseimbangan kekuasan di Timur Tengah akan memberikan angin bagi Iran untuk merapat ke Beirut lalu ke Baghdad.
Kekhawatiran semakin besar setelah Iran diduga tengah membuat senjata nuklir.
Pada sebuah kabel diplomatik Kedutaan Besar AS yang dibocorkan oleh WikiLeaks tahun 2009 lalu, Raja Abdullah mendesak Amerika untuk "memotong kepala ular" dengan menyerang Iran.
(stu)