Oslo, CNN Indonesia -- Parlemen Norwegia mengusulkan undang-undang yang terbilang kontroversial, yaitu dengan menetapkan bahwa mengemis di jalanan merupakan tindakan kriminal.
Para pengemis, yang meminta makanan maupun perlindungan, dapat dikenakan tuntutan enam bulan hingga satu tahun penjara. Hukuman akan lebih berat jika ditemukan bahwa aktivitas mengemis tersebut terorganisir.
Bukan hanya pengemis, tuntutan hukum yang sama juga dapat dikenakan bagi mereka yang membantu pengemis, yaitu dengan memberi makan, uang, atau tempat berteduh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilaporkan media Inggris, The Independent, peraturan baru yang akan diberlakukan sebelum musim panas tahun 2015 ini kabarnya membuat gempar pemerintah kota Oslo, yang menyatakan bahwa parlemen terlalu terburu-buru menetapkan keputusan yang berlaku secara nasional tersebut.
Pasalnya, parlemen hanya memberikan waktu sosialisasi untuk peraturan tersebut selama tiga pekan, yaitu pada Februari 2015.
Namun, peraturan ini didukung oleh Menteri Kehakiman Anders Anundsen, yang menyatakan bahwa kerangka hukum diperlukan untuk membasmi para pelaku yang menjadikan aktivitas mengemis sebagai "bisnis yang terorganisir".
"Kita harus memberikan polisi wewenang hukum untuk menindak orang-orang yang mengorganisir pengemis di jalan-jalan, bahkan sering kali dalam kelompok besar," kata Anundsen, dikutip dari The Independent, Jumat (6/2).
Peraturan pelarangan mengemis ini sebenarnya bukanlah hal baru. Parlemen Norwegia telah memperdebatkan pelarangan mengemis di Oslo sejak tahun lalu, karena jumlah pengemis jalanan di ibu kota Norwegia itu kian lama kian meningkat secara signifikan.
"Beberapa tahun belakangan, kita telah melihat bahwa aktivitas mengemis di jalanan menjadi kian subur. Polisi menghadapi tantangan yang besar terhadap sejumlah organisasi kriminal yang terkait dengan kelompok pengemis," kata juru bicara Partai Progresif (FrP), Ulf Leirstein, dilansir dari The Norway Post.
Menurut Leirstein, larangan mengemis di jalanan telah diberlakukan di beberapa daerah di negara itu sejak tahun 2014 lalu. Namun, kali ini, parlemen Norwegia akan membuat peraturan tersebut berlaku secara nasional.
Peraturan ini juga menuai kritik dari warga Norwegia. Inger Husby, warga yang berasal dari daerah Boler di pinggiran kota Oslo, mengaku sering mengajak tunawisma ke rumahnya. Husby menyatakan bahwa niat baik memberi tunawisma tempat berteduh adalah niat yang mulia, dan bukan tindakan kriminal.
"Mereka tinggal di sini beberapa kali. Saya mengemis makan siang mereka, mengisi cangkir dengan cokelat panas, mencuci pakaian mereka ketika mereka membutuhkannya, dan tak jarang mengundang mereka makan malam," kata Husby, dikutip dari The Independent.
Kritik juga datang dari aktivis Kesetaraan Gender dan Anti-Diskriminasi, Sunniva Orstavik.
"Sudah jelas bahwa larangan ini ditujukan kepada orang-orang Roma yang datang ke Norwegia. Ini adalah bentuk diskriminasi terhadap etnis," kata Orstavik.
Pendapat serupa juga dilontarkan Karin Andersen, anggota parlemen dari Partai Sosialis yang merupakan partai oposisi. Dalam cuitannya di Twitter, Andersen menyatakan bahwa pemerintah Norwegia tengah berusaha mengkriminalisasi kemiskinan.
"Negara terkaya di Eropa tengah mengkriminilisasi warga termiskin di Eropa," cuit Andersen di akun Twitter resmi miliknya.
(ama)