Korut Dituduh Perbudak Warganya di Luar Negeri

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Senin, 23 Feb 2015 10:31 WIB
Rezim Kim Jong Un disebut mengirimkan puluhan ribu warganya untuk bekerja di luar negeri, lalu gaji hampir semuanya disunat untuk negara.
Rezim Kim Jong Un disebut mengirimkan puluhan ribu warganya untuk bekerja di luar negeri, lalu gaji hampir semuanya disunat untuk negara. (Reuters/KCNA)
New York, CNN Indonesia -- Para aktivis hak asasi manusia bagi warga Korea Utara melaporkan bahwa rezim Kim Jong Un telah memperbudak puluhan ribu warganya di luar negeri. Mereka dipekerjakan di berbagai negara, namun gajinya diserahkan pada pemerintahan Korut.

Menurut aktivis dari lembaga NK Watch, sebuah lembaga HAM di Seoul, Korea Selatan, uang yang para pekerja hasilkan di luar negeri kembali ke Pyongyang, diduga untuk membiayai kehidupan mewah Kim Jong Un.

"Kami menduga Kim menggunakan uang itu untuk membeli barang-barang mewah bagi para pengikut setianya dan membiayai pembangunan gedung-gedung di Pyongyang untuk menunjukkan kekuasaannya," kata Ahn Myeong-chul, kepada NK Watch, kepada New York Times akhir pekan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya akhir tahun lalu, lembaga Asan Institute for Policy Studies di Seoul mengatakan bahwa penghasilan para pekerja Korut di luar negeri berhasil membuat negara itu selamat dari sanksi internasional yang terus diperketat dalam beberapa tahun terakhir.

Pada studi tahun 2012 oleh Pusat Strategi Korea Utara, sebuah kelompok di Seoul yang memfasilitasi para pembelot dari Korut, dan Korea Policy Research Center memperkirakan ada sekitar 60 ribu sampai 65 ribu pekerja asal Korea Utara di lebih dari 40 negara.

Para pekerja Korut disebar untuk bekerja di pabrik-pabrik Tiongkok atau penebangan kayu di Rusia, menggali terowongan militer di Myanmar, membangun monumen di Afrika, di  sektor konstruksi Timur Tengah atau di kapal nelayan Fiji.

Mereka menghasilkan pemasukan sekitar US$150 juta (Rp1,9 triliun) hingga US$230 juta (Rp2,9 triliun) per tahun bagi pemerintah Korut.

Selama berpuluh tahun terakhir, Korut memang telah dituduh mengirimkan pekerja ke luar negeri dan mengambil gaji mereka. Namun sejak pemerintahan Kim Jong Un, para aktivis HAM mengatakan, program "perbudakan" ini semakin gencar dilakukan karena sanksi internasional telah membatasi pemasukan lain negara itu, salah satunya penjualan suku cadang rudal.

Korea Utara akhir tahun lalu membantah laporan tersebut dengan mengatakan bahwa ini adalah ulah lembaga yang didukung Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahan Kim Jong Un.

Minimal 12 jam sehari

NK Watch telah mengumpulkan pengakuan dari 13 mantan pekerja Korut yang membelot dan sekarang tinggal di Korea selatan. Lembaga ini membentuk petisi untuk mendesak PBB melakukan penyelidikan soal "perbudakan yang didukung-negara" ini.

Dalam petisi tersebut dikatakan bahwa para pekerja migran ini bekerja minimal 12 jam sehari dengan hanya beberapa hari libur saja setahun. Mereka hanya menerima gaji 10 persen dari seluruh upah mereka.

Menurut hasil penelitian The International Network for Human Right of North Korean Overseal Labor tahun 2012 lalu, gaji para pekerja ini akan disunat oleh banyak pihak.

Riset ini merinci, sekitar 48 persen diambil pemerintah Korut. Gaji sisanya sebanyak 10 persen akan diambil oleh agen penyalur tenaga kerja, 25 persen oleh Kedutaan Besar Korut, dan 40 persen diambil Korut sebagai biaya penempatan dan pengiriman.

Sebulan, pekerja Korut hanya akan menerima sekitar US$70-80.

"Walaupun jika 90 persen gaji total mereka diambil, para pekerja ini masih mendapatkan lebih banyak uang ketimbang saat bekerja di dalam negeri," tulis riset tersebut.

Lari dari penderitaan

Salah satu mantan pekerja Korut adalah Rim Il yang kabur ke Kedutaan Besar Korsel saat bekerja di Kuwait tahun 1997. Dia mengaku hanya libur dua hari sebulan, itu pun wajib diisi dengan membaca buku dan video propaganda.

"Kami tidak pernah digaji, dan ketika kami bertanya pada pengawas soal gaji kami, dia mengatakan bahwa kami harus memikirkan soal orang-orang yang kelaparan di rumah dan berterima kasih pada pemimpin kami soal kesempatan makan tiga kali sehari," kata Rim, dikutip New York Times.

Namun, bekerja di luar negeri dianggap kesempatan yang bagus untuk lari dari penderitaan hidup di Korut. Rim mengatakan ketakutan terbesar para pekerja Korut adalah dipulangkan karena tidak mampu memenuhi target atau membayar suap petugas.

"Satu kali, kami memakan semangkuk nasi, dan seorang pria menangis memikirkan anak-anaknya yang kelaparan di rumah, dan kami semua menangis bersama," kata seorang pembelot Korut lainnya, Kim, yang pernah bekerja di penebangan kayu Rusia dari 2000 sampai 2001. (den)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER