Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 238 Warga Negara Indonesia (WNI) berhasil lolos dari hukuman mati setelah menjalani berbagai upaya hukum yang sesuai dengan sistem hukum negara yang bersangkutan.
Pernyataan itu dilontarkan oleh Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal.
"Dalam tiga tahun terakhir, sebanyak 238 WNI berhasil lolos dari hukuman mati. Hal itu disebabkan adanya pendampingan hukum sejak awal, baik itu dari pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat," kata Iqbal seusai diskusi yang diadakan Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia di Jakarta Selatan, Minggu (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Iqbal mengatakan kasus hukuman mati yang dialami WNI paling banyak terjadi di Malaysia dan Arab Saudi. "Segala upaya kami lakukan, namun dengan menghormati hukum setempat. Karena itu, kami juga minta negara lain menghormati hukum Indonesia," ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid berpendapat konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2011 cukup efektif dalam membantu melindungi WNI yang menetap di luar negeri, terutama para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Konvensi tersebut mengatur tentang perlakuan yang layak bagi pekerja rumah tangga.
"Sejak konvensi ILO 2011, penanganan proses hukum TKI lebih baik. Tren di pengadilan menunjukkan 90 persen kasus yang menjerat TKI kami menangkan," kata Nusron.
Nusron berpendapat perlunya kebijakan pemerintah yang lebih kuat untuk penempatan TKI. "Sekarang ini faktanya masih banyak calo TKI. Akibatnya, mereka berangkat tanpa mendapatkan pembekalan dari pemerintah," ujarnya.
Lebih lanjut, Nusron menjelaskan para TKI wajib mengkuti pelatihan selama delapan jam beberapa saat sebelum keberangkatan. "Pelatihan itu berupa pengetahuan soal negara yang akan mereka tuju, meliputi cara beradaptasi dan sistem hukum di negara tujuan," tutur Nusron.
Ia menyayangkan masih banyaknya TKI ilegal, terutama di Malaysia dan Arab Saudi. "Sebanyak 80 persen kasus hukum yang terjadi itu dipastikan berasal dari TKI yang migrasinya tidak resmi dan tidak aman," katanya.
Nusron menambahkan, "Kalau di Arab, modusnya adalah pakai visa umroh padahal mau kerja. Sementara di Malaysia terlalu banyak pintu masuknya dan tidak memerlukan visa sehingga memudahkan masuknya TKI ilegal."
(stu)