Bristol, CNN Indonesia -- Sebuah universitas di Inggris tengah mengembangkan alat pembangkit listrik yang memakai daya dari air kencing. Diharapkan, alat ini bisa membantu pengadaan listrik di kamp-kamp pengungsi wilayah konflik, bencana atau wabah.
Diberitakan Time akhir pekan lalu, penelitian ini dilakukan oleh University of the West of England yang bekerja sama dengan Oxfam. Purwarupa toilet pembangkit listrik ini telah ditempatkan di sekolah Bristol untuk mengumpulkan sel bahan bakar mikrobiologi (MFCs) yang digunakan membangkit listrik.
Tujuannya adalah mengumpulkan kencing dalam jumlah banyak untuk memastikan bisa menyalakan listrik di toilet kamp penampungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami telah membuktikan bahwa cara ini bisa membangkitkan listrik. Proyek dengan Oxfam ini bisa berdampak besar bagi kamp pengungsi," kata Professor Ioannis Ieropoulos, pemimpin riset.
Sebelumnya Ieropoulos yang mengepalai Pusat Bioenergi Bristol dalam penelitian 2013 telah membuktikan bahwa MFCs mampu menciptakan listrik yang cukup untuk menjalankan telepon seluler.
MCFs yang dikumpulkan di toilet mengandung bakteri yang menggunakan urine untuk hidup dan mempertahankan diri, dan turunannya adalah bisa membangkitkan listrik. "Kami menyebutnya energi kencing atau listrik-urine," kata Ieropoulos.
Dia mengatakan bahwa manusia di seluruh dunia menghasilkan sekitar 6,4 triliun liter urine per tahun, menjadikan teknologi ini sebagai pembangkit listrik yang sangat berkesinambungan.
"Teknologi ini sangat ramah lingkungan, kita tidak perlu menggunakan bahan bakar fosil dan kami menggunakan produk pembuangan yang pasokannya berlimpah," lanjut Ieropoulos.
Selain itu, harganya sangat murah. Ieropoulos mengatakan, untuk satu sel bahan bakar mikrobiologi hanya menghabiskan sekitar 1 pound sterling, sekitar Rp19 ribu.
"Satu unit kecil pembangkit yang kami buat untuk demo eksperimen ini hanya seharga 600 pound sterling (sekitar Rp11,6 juta), merupakan bonus yang besar karena teknologi ini dalam teorinya bertahan selamanya," lanjut Ieropoulos.
Pengungsian menjadi salah satu masalah terbesar di banyak wilayah konflik, salah satunya Suriah. Jutaan orang mengungsi ke negara-negara tetangga, dan kondisi mereka mengenaskan karena kurangnya fasilitas.
(den)