Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) terus melebarkan sayapnya. Pejuang asing dari berbagai negara hijrah ke basis ISIS untuk berjihad. Tak hanya menyasar negara Barat, kini ISIS juga merambah ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Ditangkapnya 16 warga negara Indonesia di Turki saat mencoba menyeberang ke Suriah pada 4 Maret 2015 lalu membuat geger tanah air. Kecurigaan merebak bahwa mereka akan bergabung dengan ISIS, meski pihak berwenang Indonesia belum memastikan.
Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones menangkap indikasi kuat bahwa 16 WNI itu memang ingin bergabung dengan ISIS. Kepada CNN Indonesia, Sidney yang dikenal sebagai periset terorisme internasional itu mengungkapkan garis besar motivasi, ideologi, siapa, hingga apa yang dilakukan para warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS di Suriah. Berikut petikannya:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anda menduga 16 orang yang ditahan di Turki terkait dengan ISIS?Ya, sangat kuat dugaan itu mau bergabung dengan ISIS. Dilihat dari hubungan salah satu orang yang berangkat itu berhubungan dengan Huda (Achsanul Huda, diidentifikasi polisi sebagai bagian jaringan Siswanto asal Lamongan-red). Huda itu sudah berada di Suriah bergabung dengan ISIS. Istrinya itu salah satu dari yang ditangkap, namanya Ririn (Ririn Andriani Sawir). Dia bawa tujuh anaknya juga.
Siapa Huda ini?Huda itu jaringan Siswanto. Saya lupa dia berangkat kapan. Kalau tidak salah Juli 2014, pokoknya pertengahan tahun lalu. Belum jelas apakah dia meninggal atau tidak.
Kalau benar kabar Huda sudah meninggal, apa yang akan dilakukan Ririn di sana?Saya tidak tahu persis. Kalau Huda masih hidup, Ririn sepertinya mau bergabung juga dengan ISIS. Kalau sudah meninggal, dia mungkin dibawa ke sana untuk dikawinkan dengan mujahidin lain. Ada kecenderungan para anggota ISIS itu menyantuni para janda sahabatnya yang tewas, antara lain dengan mengawininya.
Menurut BIN, sudah ada 514 WNI yang bergabung dengan ISIS. Apa motivasi mereka?Motivasi terbesar itu mereka mau hidup di negara dengan Syariah Islam. Mereka ingin meneruskan peperangan. Faktor ideologi masih sangat penting. Yang kedua saya dengar juga ada gaji bulanan. Ada rumor juga yang mengatakan bisa digaji sampai 2.000 dolar, tapi saya tidak yakin itu. Waktu itu ada keluarga yang berangkat bilang keluarga dan anaknya dapat 200 dolar perbulan tapi ada tunjangan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, sekolah, dan lainnya jadi mereka tertarik.
Di mana saja gerbang keluar dari Indonesia menuju Suriah?Hampir semua melalui Turki. Ada yang transit di Doha naik Qatar Air, ke Istanbul, dari sana baru naik transportasi lokal. Ada juga yang ke Malaysia, lalu naik Turkish Airline ke Istanbul. Lalu, mereka akan menunggu di daerah-daerah perbatasan. Kalau ISIS sudah bilang aman, mereka baru jalan.
Ke-16 WNI yang ditangkap itu sampai di sana pada akhir Januari dan baru ditangkap 4 Maret. Selama satu bulan jeda itu mereka bagaimana?Itu masih belum jelas. Yang jelas mereka ditampung di
safe house. Entah itu dari mana atau siapa. Masih banyak spekulasi. Belum bisa ditentukan.
Bagaimana hubungan jaringan ISIS Indonesia di Suriah dengan jaringan teror lama di Indonesia? Apakah Baasyir masih memegang peran penting?Tidak. Baasyir itu dari Jamaah Islamiyah dan sekarang sedang di Nusakambangan. Dari penelusuran kami yang memberangkatkan ke ISIS ini Aman Abdurrahman dari JAT. Dia juga ada di Nusakambangan, tapi di penjara yang berbeda. (Tentang dukungan para narapidana terorisme Indonesia ke ISIS baca juga
laporan IPAC Januari 2015-red).
Di Eropa, banyak umat Muslim tertarik karena ISIS masuk dari ranah diskriminasi. Bagaimana Muslim di Barat ditekan dan sebagainya. Di Indonesia, bagaimana cara ISIS memikat perhatian?Kalau Indonesia itu kasusnya beda. Di Indonesia, mereka yang masuk ISIS itu sudah berhubungan dengan jaringan radikal. Ada pengajian-pengajian ekstrem. Karena sudah ada orang dari kelompok mereka yang berhasil ke sana, itu memberanikan masyarakat, keluarga, dan teman dekat mereka. Indonesia juga berbeda dengan Malaysia. Di Malaysia itu tidak ada kelompok ekstremis. Di sana mereka tertarik melalui propaganda melalui Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya. Kalau di Indonesia, sosial media hanya untuk memperkuat jaringan. Niat bergabung sudah ada dari jaringan-jaringan radikal. Ada JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) yang berangkat ke sana itu sudah mengajak supaya lebih banyak yang tertarik. Mereka berkomunikasi melalui Whatsapp, Google Plus, Facebook, tapi alat komunikasi yang paling sering itu lewat Whatsapp.
ISIS punya potensi menyebar di Indonesia?Nah, ini yang menarik. Mereka di sana sepertinya melakukan pengajaran sebagai wartawan dengan bahasa Melayu. Media Melayu berkembang di sana. Mereka juga buka cabang di kota-kota lain. Kemungkinan bisa terjadi di antara orang Indonesia yang berangkat ke sana juga wartawan jadi mereka bisa melaporkan kejadian yang ada di sana. Ada Daulah Islamiyah, bahkan mereka juga ajak wartawan lain dengan mengatakan bahwa jihad itu tidak hanya dengan bertempur di medan perang, tapi juga dengan tulisan. Seperti yang ditulis di Al-Mustaqbal. Bahkan ada video anak-anak Indonesia berlatih perang yang beredar beberapa hari lalu (di Azzam Media).
Apakah ada hubungannya dengan media ISIS lain seperti Dabiq dan Azzam Media?Jelas Dabiq dan Azzam Media itu keduanya sebagian dari jaringan media ISIS, tapi saya kurang tahu tentang
editorial control.
Pekerjaan apa saja yang dilakukan oleh WNI dalam ISIS? Kabarnya tidak banyak yang maju di medan perang?Ya, memang beragam pekerjaan mereka di sana. Ada yang di dapur, pengajar, pelatihan, memang susah untuk maju ke medan perang. Tidak semua bisa maju ke medan perang ISIS.
(stu)