Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah Arab Saudi melancarkan serangan besar-besaran ke Yaman untuk memukul mundur pemberontak al-Houthi, Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi, akhirnya lari ke Arab Saudi pada Kamis (26/3). Seperti dilansir Reuters, Hadi kabur di bawah perlindungan Arab Saudi.
Dalam situs berita resmi pemerintah Arab Saudi, terpampang foto Hadi tersenyum sambil menjabat tangan Menteri Pertahanan Saudi,
Mohammad bin Salman, yang menyambut kedatangannya di bandar udara Riyadh. Hadi mengaku akan menghadiri pertemuan negara-negara Arab di Mesir pada Sabtu nanti.
Kepala administrasi kantor Hadi, Mohammed Marem, juga memberikan konfirmasi bahwa presiden akan menghadiri konferensi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sebuah sesi wawancara dengan stasiun televisi Al-Jazeera, Menteri Luar Negeri Yaman, Riyadh Yaseen, mengatakan bahwa Hadi akan meminta bantuan negara-negara Arab untuk menyusun "Marshall Plan" guna mengakhiri perang di negaranya.
Dengan direbutnya Aden, posisi Houthi semakin kuat sejak Januari lalu mengudeta istana kepresidenan Yaman di Sanaa dan memaksa Hadi untuk mundur dari jabatannya.
Melihat kecamuk yang terjadi di Yaman, hingga saat ini pemerintah belum dapat memastikan kemungkinan Hadi kembali ke Aden.
Di Aden sendiri, pasukan loyalis Hadi tengah bertempur melawan Houthi. Dalam pertarungan yang menewaskan belasan orang ini, pasukan Hadi berhasil merebut kembali bandara Aden yang sebelumnya dikuasai oleh Houthi.
Sepanjang hari itu, Arab Saudi bersama koalisi serangan udaranya juga menghantam Yaman untuk menggempur Houthi. Yaman porak poranda, penduduk kelimpungan.
"Keluarga saya bersiap-siap untuk tidur di ruang bawah tanah. Di sana adalah bagian paling aman di rumah. Jendela-jendela berderik dan kami pikir akan rusak. Kami tinggal di dekat bandara, tempat di mana para pemimpin Houthi tinggal dan banyak serangan udara," ujar salah satu penduduk, Fawzia Nedras.
Di hari kedua serangan, target Saudi adalah melumpuhkan basis pertahanan pasukan loyalis mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, yang kini sebagian besar menyokong kekuatan Houthi.
Menurut Iran, gempuran Saudi terhadap tentara Syiah malah semakin mengobarkan kebencian sektarian yang menjadi penyulut perang di Timur Tengah. Untuk itu, Iran menyerukan agar Arab Saudi menghentikan agresi militer tersebut.
Kendati demikian, serangan udara Saudi ini mendapat dukungan dari banyak pihak.
Banyak dukunganPara sekutu Saudi, terutama negara-negara Teluk kecuali Oman, juga membantu dengan kekuatan militer untuk mencegah Houthi yang didukung Iran mencapai Aden, tempat Presiden Yaman Abd Rabou Mansour Hadi berlindung.
Negara-negara Teluk memutuskan untuk menggempur "agresi Houthi" setelah ada permintaan dari Hadi. Saudi dan negara-negara Arab menganggap Houthi yang melakukan pemberontakan di Yaman adalah "ancaman besar" bagi stabilitas kawasan Teluk.
Dalam pernyataan bersama beberapa waktu lalu, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar dan Kuwait memasukkan ancaman Houthi sama dengan al-Qaidah dan ISIS yang harus diberantas.
BACA: Apa yang Harus Diketahui Soal Al-Houthi?Pada operasi menghantam Houthi ini, Uni Emirat Arab telah mengirimkan 30 jet tempur, Bahrain 15, Kuwait 15, Qatar 10 dah Yordania 6. Mesir, Pakistan, dan Sudan juga telah menyatakan kesiapan mereka bergabung dengan kekuatan Saudi.
Tak hanya itu, Turki pun menyatakan siap memberikan bantuan logistik. Presiden Turki, Tayyip Erdogan, mengatakan bahwa Iran mencoba untuk mendominasi Timur Tengah.
"Tidak mungkin menolerir ini. Iran harus mengerti," ucap Erdogan yang kemudian mendorong Iran untuk menarik pasukannya dari Yaman, Suriah, dan Irak.
Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga menyerukan penghentian segala aktivitas militer di Yaman saat menghubungi Presiden Iran, Hassan Rouhani, melalui saluran telepon.
Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, juga sempat menyinggun masalah Yaman sebelum akhirnya membicarakan program nuklir bersama Iran di Swiss. Sebelumnya, pejabat senior AS membuka kemungkinan negaranya memberikan dukungan berupa logistik dan pantauan intelijen.
"Kami dapat membantu logistik dan intelijen dan hal semacam itu, tapi tidak akan ada intervensi militer oleh AS," ucap pejabat senior tersebut.
(stu/stu)