Jakarta, CNN Indonesia -- Pasca grasi yang diberikan Presiden Jokowi kepada lima orang tahanan politik di Papua, Sabtu (9/5), pemerintah berharap lebih banyak lagi tahanan politik yang dapat dibebaskan. (Baca:
Jokowi Beri Grasi untuk Tahanan Politik di Papua)
Untuk itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mendorong agar tahanan politik lain di Papua meminta grasi langsung ke Jokowi, bukan amnesti.
Tedjo menyatakan ada perbedaan antara grasi dan amnesti meski secara definisi keduanya hampir serupa –grasi merupakan ampunan yang diberikan kepala negara kepada orang yang telah dijatuhi hukuman, sedangkan amnesti ialah pengampunan atau penghapusan hukuman oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bedanya, grasi bisa langsung turun dari Presiden. Kalau amnesti minta pertimbangan dari DPR dulu. Jadi bisa disetujui atau tidak oleh DPR,” kata Menteri Tedjo.
Oleh sebab itu menurutnya proses pemberian grasi cenderung lebih mudah karena hanya membutuhkan pertimbangan Presiden selaku eksekutif.
Pengampunan untuk para tahanan politik lain pun hingga saat ini masih terus berjalan. “Sedang diproses di Mensesneg. Diupayakan untuk masih bisa dibebaskan," kata Tedjo.
Upaya-upaya pembebasan tahanan politik itu gencar dilakukan pemerintah Jokowi karena ingin melihat Papua sebagai tanah yang damai. "Kami tidak ingin melihat stigma Papua sebagai tanah konflik. Kami ingin Papua damai," ujar Tedjo.
Untuk diketahui, Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Sementara Pasal 14 ayat (2) UUD 45 menyebut pemberian amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebelum amandemen UUD 1945, grasi, rehabilitasi, abolisi dan amnesti menjadi hak absolut Presiden. Namun Pasal 14 ayat (2) itu kemudian diubah.
Ketentuan perubahan terhadap Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 tentang amnesti dan abolisi tersebut bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan peran DPR dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden.
Dengan ketentuan pertimbangan itu, maka pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, abolisi tidak seluruhnya menjadi hak absolut Presiden, melainkan harus memperhatikan pertimbangan dari MA atau DPR.
Jokowi memberikan grasi kepada lima tahanan politik Papua ketika berkunjung ke provinsi itu dengan membawa misi rekonsiliasi.
(agk)