Kini Pulau di Maladewa Bisa Dimiliki Seharga US$1 Miliar

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Jumat, 24 Jul 2015 12:57 WIB
Presiden Maladewa Abdulla Yameen kini memperbolehkan kepemilikan asing atas pulau-pulaunya, namun dengan syarat harus membayar lebih dari US$1 miliar.
Maladewa adalah negara kepulauan dengan lebih dari 1.100 pulau koral kecil yang terbentang di garis khatulistiwa di Samudra Hindia. (KlemenR/Thinkstock)
Male, CNN Indonesia -- Presiden Maladewa Abdulla Yameen pada Kamis (23/7) mengeluarkan aturan baru yang memperbolehkan orang asing memiliki pulau di negaranya. Aturan ini merupakan yang pertama kali dikeluarkan, menyusul kekhawatiran pemerintah Maladewa akan ancaman pencaplokan lahan oleh China yang memperluas pengaruhnya di Samudera Hindia.

"Presiden Abdulla Yameen pada Kamis meratifikasi Amandemen Kedua Konstitusi Republik Maladewa," bunyi pernyataan istana kepresidenan Maladewa, dikutip dari Channel News Asia.

Saat ini puluhan perusahaan asing telah mengoperasikan sejumlah tempat penginapan mewah di pulau-pulau yang mereka sewa dari pemerintah negeri Pulau Bulan Madu ini maksimal 99 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melalui aturan baru ini, para pengusaha asing yang berinvestasi lebih dari US$1 miliar dapat memiliki hak tanah selamanya yang 70 persen telah direklamasi dari Samudera Hindia.

Para anggota dewan memberikan hak suara pada Rabu atas rancangan aturan ini. Pemungutan suara berjalan cepat setelah melalui perdebatan singkat dan menghasilkan sebanyak 70 anggota setuju, sementara 14 lainnya menolak.

Oposisi parlemen khawatir aturan baru ini bisa mempermudah China untuk membuat pangkalan di Maladewa yang selama ini menjadi jalur pelayaran penting internasional yang menghubungkan kawasan timur dan barat.

India sudah mewaspadai peningkatan keterlibatan China di wilayah yang ia anggap berada dalam lingkungan pengaruhnya.

Oposisi parlemen Maladewa dari Partai Demokratik, Eva Abdulla mengaku khawatir negaranya terlibat pergulatan kekuatan besar antara China dan India.

"Kami tidak bisa membiarkan fakta bahwa ada perang dingin antara India dan China," ujar Abdulla.

"Apa yang menjadi kepentingan kami adalah perdamaian dan stabilitas di Samudera Hindia. India adalah tetangga kami dan kami bukan negara di kawasan Laut China Selatan," lanjutnya.

Wakil Presiden Ahmed Adeeb membantah kekhawatiran tersebut. Ia justru mengatakan aturan baru ini bertujuan untuk meningkatkan investasi asing di Maladewa.

"Kami tidak akan menjual lahan kami ke negara lain, entah itu China atau Arab Saudi. Kami hanya ingin mendorong investasi bernilai US$1 miliar," ujarnya mengutip koran lokal Minivan News, Kamis.

Saat ini, Maladewa mencari bantuan dan investasi dari Beijing untuk membangun sebuah jembatan sepanjang 1,4 kilometer yang menghubungkan Male dengan pulau bandara di dekatnya.

Sebelum pengambilan suara dilakukan, adik Yameen, Maumoon Abdul Gayoom yang merupakan mantan petinggi negara mendesak lebih jauh debat publik atas aturan yang dianggap kontroversial ini.

"Saya meminta kepada presiden untuk mencari pendapat publik atas pengajuan amandemen konstitusi terkait kepemilikan lahan sebelum diratifikasi," ujar Gayoom melalui Twitter.

Maladewa merupakan negara kepulauan dengan 1.192 pulau karang kecil yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa. Pada Februari 2012, negara ini sempat mengalami kerusuhan politik setelah penggulingan presiden pertama yang terpilih secara demokratis, Mohamed Nasheed. (den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER