Apa Sumbangan Negara Arab untuk Krisis Pengungsi Suriah?

Ike Agestu | CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2015 17:57 WIB
Meski dikritik karena tak menyambut imigran secara terbuka, negara-negara kaya di Timur Tengah memberi donasi dalam jumlah besar bagi krisis Suriah.
Ratusan ribu imigran dari berbagai negara, sebagian besar berasal dari Suriah, membanjiri benua Eropa. (Reuters/Yannis Behrakis)
Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah krisis pengungsi yang saat ini melanda Eropa, negara-negara Teluk berada di bawah kritik karena dianggap tidak melakukan lebih untuk membantu para imigran.

Para imigran yang kebanyakan berasal dari Suriah dan Irak, rela menempuh perjalanan panjang dan berbahaya melalui Laut Mediterania untuk menjejak Eropa, dibanding melarikan diri ke ke negara tetangga di kawasan Teluk, yang notabene secara geografis lebih dekat, pun memiliki kemampuan ekonomi.

“Negara-negara lain harus melakukan lebih banyak,” cuit Nadim Houry, wakil direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Ia menyebut negara-negara kaya itu “memalukan.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di media sosial, kritik dari netizen bagi negara kaya raya di Timur Tengah muncul misalnya dengan tagar #Menerima_Pengungsi_Suriah_adalah_Tugas_Negara_Teluk dalam bahasa Arab juga telah dicuit ulang puluhan ribu kali.


Donasi besar

CNN melansir, para pejabat di Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Qatar, Oman dan Uni Emirat Arab membela diri dengan mengatakan bahwa negara mereka memberikan jutaan dolar lewat PBB untuk membantu para pengungsi.

Uni Emirat Arab sendiri mengatakan mereka telah menyumbang US$530 juta dalam bentuk bantuan kemanusiaan.

Mereka juga menekankan bahwa banyak warga Suriah yang masuk ke negara-negara Teluk secara resmi dengan visa lalu kemudian menetap.

Data dari badan kemanusiaan PBB, UNOCHA, menujukkan dari total donasi untuk krisis Suriah dari 2012 hingga 2015, Kuwait menempati urutan ke-5 penyumbang terbesar dengan jumlah US$940 juta. Arab Saudi di urutan ke-7 dengan US$586 juta, Uni Emirat Arab di urutan ke-10 dengan jumlah US$405 juta, Qatar di urutan ke-12 dengan US$235 juta, Oman di urutan ke-29 sejumlah US$23 juta dan Bahrain, di urutan ke-41 dengan sumbangan US$3,5 juta.

Michael Stephens dari Research Fellow for Middle East Studies and Head of Rusi Qatar menulis di BBC, bahwa penting untuk mengingat bahwa negara-negara Teluk bukannya tak melakukan apa-apa.

Menurut Stephens, Arab Saudi mengaku mereka telah mempersilahkan 500 ribu warga Suriah memasuki negara itu sejak konflik meletus pada 2011, sebagian besar sebagai pekerja migran.

Meski begitu, tak ada kebijakan eksplisit negara Arab yang membolehkan warga Suriah masuk tanpa sponsor ataupun surat izin kerja. Tak ada juga pernyataan secara eksplisit dari pemimpin negara-negara makmur di Timur Tengah bahwa mereka mau menerima imigran.

Instabilitas

Menurut pengamat Timur Tengah dari The Middle East Insitute, Zuhairi Misrawi, salah satu alasan utama negara Arab tak membuka pintu mereka bagi pengungsi adalah konflik geopolitik yang terjadi di negara-negara Teluk sejak berabad-abad silam.

"Di Timur Tengah, selalu ada konflik Sunni-Syiah. Ketika datang pengungsi dari Suriah yang mayoritas Syiah, negara-negara Arab, seperti Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, takut ada infiltrasi ideologi yang bergeser dari Syiah," ujar Zuhairi kepada CNN Indonesia, Selasa (8/9).

Senada dengan itu, Abdulkhaleq Abdulla, seorang pensiunan profesor dari Universitas Uni Emirat Arab mengatakan keengganan negara Teluk menerima pengungsi di tanah mereka adalah karena kekhawatiran akan keamanan.

Dilansir CNN, ia mengatakan bahwa ada keyakinan di antara negara Arab bahwa menerima warga Suriah yang melarikan diri dari ISIS justru hanya memberi keuntungan kepara kelompok teror. Abdulla menilai tindakan ini seperti memberi umpan "ke dalam kekerasan di wilayah yang sudah menjadi wilayah paling kejam di Bumi."

Negara-ngera Teluk adalah negara yang paling stabil di kawasan Timur Tengah, jelasnya, dan jika terlalu terlibat akan berisiko terhadap kestabilan mereka.

Ia juga mengatakan "kekurangan" dari Arab Saudi, Kuwait dan negara-negara Teluk lainnya, adalah ketiadaan hukum yang memungkinkan mereka untuk memiliki ”program pengungsi rumit" seperti yang dimiliki negara-negara Eropa.

"Kami belum secanggih itu,” kata Abdulla. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER