Mekkah, CNN Indonesia -- Insiden kemarin di Mina yang menewaskan ratusan orang menjadi bukti bahwa fasilitas dan infrastuktur yang mumpuni saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya insiden. Perlu ada upaya lebih keras dari Arab Saudi untuk belajar mengendalikan massa.
Menurut Sami Angawi, arsitek kelahiran Mekkah yang telah bertahun-tahun mempelajari soal pola jemaah haji, pemerintah Saudi mengalami dilema antara menerima lebih banyak jemaah haji dan bekerja keras dalam mengatur mereka yang berada di satu tempat bersamaan. Tahun ini ada sekitar dua juta jemaah dari 180 negara yang melaksanakan rukun Islam kelima ini.
Angawi kepada New York Times, Kamis (24/9), mengatakan bahwa keragaman jemaah dan kurangnya pemahaman bahasa menjadi tantangan tersendiri dalam mengatur mereka, salah satunya di Mina, saat terjadi insiden yang menewaskan 717 orang kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan jumlah dan keragaman sebesar ini, sulit berkomunikasi dan mengatur," kata Angawi.
Angawi mengkritik pemerintah Saudi yang dianggapnya mencari jalan keluar dengan hanya membangun fasilitas yang lebih baik atau jalan yang lebih luas, tapi tanpa meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan massa.
"Banyak uang yang dikeluarkan, namun solusinya bukan membuat jalan atau jembatan. Tapi bagaimana melakukan manajemen massa untuk membuat aliran manusia dari satu wilayah ke wilayah lainnya," lanjut Angawi.
Mina menjadi salah satu lokasi yang berbahaya dalam pelaksanaan ibadah haji karena banyaknya jemaah yang berjalan bersamaan ke satu tempat. Insiden kali ini adalah yang terparah sejak tragedi tahun 1990 yang menewaskan 1.426 jemaah.
Setelah insiden tahun 2004 yang menewaskan 251 orang, Saudi menempatkan pagar pembatas untuk meningkatkan keamanan di lokasi melempar jumroh. Tahun 2009, Saudi membangun jembatan lima lantai dalam proyek senilai US$1,2 miliar untuk memecah jumlah jemaah.
Jembatan Jamarat ini dilengkapi dengan pendingin udara untuk menjaga suhu tetap berada di 19 derajat Celcius di lembah Mina yang panasnya biasanya mencapai lebih dari 37 derajat.
Idenya adalah memberikan jemaah lebih banyak ruang dan lingkungan yang lebih baik, dan langkah ini bekerja dengan sukses dalam beberapa tahun terakhir.
Insiden tidak pernah terjadi di wilayah pelemparan jumroh. Namun tragedi kemarin terjadi di jalan menuju lokasi melempar jumroh, tepatnya di persimpangan Jalan 204.
"Beberapa tahun terakhir peristiwa seperti ini tidak pernah terjadi karena jembatan seperti jalan tol di lokasi pelemparan jumroh," kata seorang jurnalis, Al-Maeena, dikutip CNN.
Mencari cara mengendalikan massa akan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Saudi, apalagi jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya.
"Saya berharap pemerintah Saudi melihat lebih dekat apa yang harus dilakukan. Langkah ekstra, teknologi dan pengendalian massa, mencari cara untuk mencegah bencana serupa -- bukan hanya karena ini tanggung jawab kerajaan untuk menyediakan keamanan, tapi karena hal ini juga secara politik buruk bagi kerajaan," kata Professor Fawaz Gerges, Ketua Studi Kontemporer Timur Tengah di London School of Economics.
(den)