Havana, CNN Indonesia -- Pemerintah Kolombia dan pemberontak sayap kiri FARC berhasil mencapai dua kesepakatan yang akan membantu menemukan puluhan ribu warga yang hilang dalam perang selama 50 tahun.
Kesepakatan itu merupakan bagian dari proses perdamai antara kedua kubu.
Jaksa Agung Kolombia memperkirakan 52 ribu orang hilang dalam perang terlama di Amerika Latin yang telah menewaskan sekitar 220 orang, dan jutaan lainya terpaksa mengungsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok-kelompok korban perang mengatakan jumlah orang yang hilang antara 70 ribu dan 100 ribu.
Kedua kubu yang bertikai itu sepakat mendirikan satu “unit khusus untuk mencari orang yang dianggap hilang”.
Pernyataan bersama kedua pihak menyebutkan unit, yang berbeda dengan penyelidikan yudisial, akan memberi laporan resmi kepada keluarga yang kehilangan anggotanya berdasarkan informasi yang dikumpulkan.
“Langkah-langkah ini akan mendapatkan hasil, tetapi saya ulangi, ini baru langkah pertama,” kata Humberto de la Calle, juru runding utama pemerintah, Minggu (18/10).
“Yang disepakati kemarin tampaknya akan bisa menghilangkan rasa sedih - rasa sedih mendalam keluarga warga yang hilang.”
Pemerintah dan kelompok pemberontak juga akan memberi informasi menganai warga yang hilang kepada Komite Palang Merah Internasional, ICRC, agar organisasi ini bisa membantu merancang rencana pencarian.
“Kami akan mempergunakan pengalaman kami untuk mendukung keluarga, menggali kembali tulang-belulang di wilayah yang tidak bisa dilakukan pemerintah dan dengan berkonsultasi dengan badan-badan yang bertanggung jawab,” kata Christoph Harnisch, kepala delegasi ICRC di Kolombia, dalam pernyataan tertulis.
Presiden Juan Manuel Santos, yang berupaya menjadikan kesepakatan yang sukses sebagai warisan kekuasaan, mengatakan di akun Twitternya bahwa kesepakatan itu “satu langkah maju menuju perdamaian.”
Sejumlah mantan pemberontak yang ditangkap atau kehilangan semangat, telah bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menunjukkan lokasi tulang-belulang korban sebagai imbalan hukuman yang lebih ringan.
Tugas ini menjadi rumit karena sebagian besar lokasi kuburan massal itu terletak di hutan lebat dan lokasi pegunungan yang sulit dicapai.
Pendukung hak asasi manusia dan keluarga warga yagn hilang memperingatkan bahwa perkembangan paska konflik di Kolombia berisiko terhambat, kecuali ditemukan tulang-belulang korban, digali kembali, diidentifikasi dan dikembalikan kepada keluarga.
Penyelidik forensik di negara kaki gunung Andes ini seringkali kesulitan karena kasus bertumpuk dan kurang pelatihan, dana dan peralatan.
Pemerintah Kolombia dan FARC sudah tiga hari berada di Havana untuk menghadiri perundingan damai.
Mereka baru-baru ini menetapkan tanggal 23 Maret sebagai tenggat waktu untuk kesepakatan akhir yang akan diajukan kepada warga Kolombia untuk disetujui.
(yns)