Jakarta, CNN Indonesia -- Peretas yang diduga beraksi atas perintah pemerintah China membobol sedikitnya tujuh perusahaan Amerika Serikat dalam tiga pekan terakhir. Padahal, AS dan China sebelumnya telah sepakat tidak akan mendukung aksi serangan siber kepada masing-masing negara.
Seperti diberitakan Reuters, Senin (19/10), hal ini disampaikan oleh perusahaan keamanan internet, CrowdStrike Inc, yang menangkap dan menangkal aktivitas mencurigakan terhadap lima perusahaan teknologi dan dua farmasi di AS.
Serangan ini terjadi kurang dari sebulan setelah Presiden AS Barack Obama dan presiden China Xi Jinping sepakat tidak mendukung serangan siber untuk mencuri rahasia dari perusahaan masing-masing negara. Namun tidak ada pembicaraan soal memata-matai rahasia negara, termasuk yang dimiliki oleh kontraktor swasta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pendiri CrowdStrike, Dmitri Alperovitch, peretas yang beraksi kali ini atas suruhan pemerintah China, berdasarkan penyelidikan server dan piranti lunak yang mereka gunakan.
Piranti lunak atau software bernama Derusbi ini sebelumnya digunakan untuk penyerangan jaringan kontraktor keamanan Virginia, VAE Inc, dan perusahaan asuransi kesehatan Anthem Inc. Alperovitch mengatakan, penyerang terdiri dari beberapa kelompok, termasuk satu yang sudah dikenal yaitu Deep Panda.
Tujuan peretasan ini, menurut CrowdStrike, adalah mencuri kekayaan intelektual dan rahasia dagang, bukan mengumpulkan laporan intelijen.
Pemerintah China membantah berada di balik aksi peretasan tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying dalam konferensi pers hariannya mengatakan bahwa China menentang segala bentuk pencurian rahasia dagang.
CrowdStrike mengaku telah memberi tahu Gedung Putih terkait pembobolan ini namun tidak menyebutkan nama perusahaan yang diretas.
Pejabat pemerintahan Obama mengatakan mereka sudah menerima laporan tersebut dan akan terus mengawasi aktivitas siber China.
"Kami akan mengawasi aktivitas siber China dan mendesak China mematuhi seluruh komitmennya," kata pejabat yang tidak ingin disebut namanya ini.
(den)