Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang imigran melakukan aksi bakar diri di perbatasan Makedonia dengan Yunani sebagai tanda protes atas rencana Uni Eropa untuk membendung gelombang pengungsi.
Dalam foto yang tersebar di berbagai media, pria tersebut terlihat sedang berlari mengenakan sweter dan celana jin dengan kobaran api menembus kerumunan orang di tempat penampungan di Idomeni.
Orang yang berada di sekitarnya pun akhirnya berusaha memadamkan kobaran api tersebut dan membawa pria itu ke rumah sakit. Kepolisian Yunani mengatakan bahwa luka yang dialami pria itu tak sampai mengancam nyawanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbatasan tempat imigran tersebut membakar diri sudah ditutup sejak awal bulan ini, guna membendung arus migrasi melalui jalur Balkan yang dilalui oleh satu juta pengungsi tahun lalu.
Sekitar 12 ribu pencari suaka masih berdiam di kamp tersebut sambil berharap perbatasan akan dibuka kembali.
Uni Eropa berencana untuk menunda beberapa operasi penanganan imigran karena pengungsi dari Turki tak dapat ditangani saat ini.
Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) mengatakan bahwa pusat penampungan imigran di Kepulauan Aegea, seperti Lesbos, kini sudah berubah jadi tempat yang mengenaskan. Para pengungsi tertahan di sana dengan terpaksa.
Melihat keadaan ini, UNHCR memutuskan untuk tidak lagi membawa pengungsi dengan bus menuju tempat penampungan tersebut.
"Kebebasan bergerak di kamp itu sekarang sangat terbatas. Pada prinsipnya, kami tidak mendukung pusat penampungan yang tertutup. Mayoritas orang yang tiba di sini berasal dari Suriah, Irak, dan Afghanistan. Mereka seharusnya tidak dihukum hanya karena mencari keamanan," ujar juru bicara UNHCR, Boris Chesirkov, kepada
The Telegraph.
Kini, UNHCR sedang mengkhawatirkan tidak adanya kapasitas otoritas Yunani untuk memproses pencari suaka secara memadai di pusat-pusat penampungan yang ramai, termasuk di Kos, Samos, Leros, dan Chios.
"UNHCR bukan pihak yang ikut serta dalam kesepakatan Uni Eropa-Turki dan tidak akan terlibat dalam pemulangan atau penampungan," kata seorang juru bicara UNHCR, Melissa Fleming.
Menurut UNHCR, kesepakatan antara Uni Eropa dan Turki ini diterapkan secara prematur.
Badan amal Medicins Sans Frontieres (MSF) bahkan mengatakan bahwa pihaknya sudah mengentikan semua aktivitas di kamp tersebut, termasuk kegiatan medis dan kebersihan. Namun, mereka akan tetap melakukan misi pencarian dan penyelamatan di luar fasilitas penampungan.
"Tak ada yang jelas dan ada kekhawatiran besar mengenai penampungan ini. Ini merupakan keputusan yang sulit, tapi kami tak dapat menerima pengungsi diperlakukan seperti ini," katanya.
(stu)