Pelaku Serangan Kelab Gay Orlando Dikenal Pendiam

Reuters | CNN Indonesia
Senin, 13 Jun 2016 13:58 WIB
Mantan istri Omar Mateen mengaku ia kerap dipukuli, sedang imam masjid yang kerap didatangi Mateen mengatakan ia pendiam dan hampir tak punya teman.
Menurut mantan istrinya, Mateen bercita-cita ingin menjadi polisi. (Omar Mateen via Myspace/Handout via Reuters)
Jakarta, CNN Indonesia -- Foto tahunan SMA Omar Mateen, 29, tak banyak mencuri perhatian. Ia terlihat tersenyum dengan lesung pipit, berambut hitam dengan kumis tipis.

Transformasinya dari seorang pemain sepak bola SMA menjadi pelaku penembakan massal mencuatkan banyak pertanyaan, terutama setelah diketahui bahwa ia pernah diwawancarai oleh FBI sebanyak dua kali pada 2013 dan 2014.

Pada Minggu (12/5) sekitar pukul 02.00 waktu setempat, Mateen masuk ke kelab malam komunitas gay, Pulse, di Orlando, dan melepas tembakan. Sebanyak 50 orang dinyatakan tewas, sementara 50 lainnya terluka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi yang mengenalnya, pria kelahiran New York yang tinggal di Florida itu dikenal sebagai sosok yang pendiam namun dalam beberapa tahun terakhir kerap melakukan tindak kekerasan.
Mantan istrinya, Sitora Yusufy, mengatakan Mateen mengidap bipolar, dan terganggu secara emosional karena sering menumpahkan kemarahan lewat kekerasan.

Warga San Francisco menyalakan lilin bersama sebagai ungkapan berbela sungkawa terhadap korban penembakan massal di Orlando. (Reuters/Beck Diefenbach)
Yusufy mengaku ia sering dipukuli dan dianiaya oleh Mateen. Pasangan itu menikah pada 2009 dan akhirnya berpisah pada 2011, setelah keluarga Yusufy ikut campur tangan dan menyelamatkannya.

"Ia sering bertengkar dengan orangtuanya, namun saya satu-satunya orang dalam hidpnya kepada ia melakukan kekerasan langsung," kata Yusufy kepada reporter di Boulder, Coloradi, di luar rumahnya.

Ia mengatakan mantan suaminya bercita-cita ingin menjadi polisi dan pernah bekerja di sebagai sipir penjara di lembaga pemasyarakatan di Fort Pierce, Florida, di mana Mateen tinggal.
Mereka pertama kali berkenalan lewat daring sekitar delapan tahun lalu.

"Ia bukan orang yang stabil," kata Yusufy. "Ia memukuli saya. Ia akan pulang ke rumah dan mulai memukuli saya karena cucian belum selesai atau semacamnya."

Seorang imam masjid di lingkungannya juga mengatakan bahwa selama hampir 10 tahun, Mateen merupakan jemaat reguler masjid yang pendiam dan jarang berinteraksi dengan perkumpulan masjid.

"Ia hampir tak punya teman," kata Syed Shafeeq Rahman, yang mengepalai Islamic Center of Fort Pierce. "Ia biasanya datang bersama anak laki-lakinya untuk salat dan kemudian pergi."

Rahman mengatakan bahwa Mateen juga tak pernah berbicara kepadanya soal homoseksualitas. Orangtua Mateen mengatakan bahwa ia pernah menunjukkan kemarahan setelah melihat dua pria berciuman di Miami.
Mateen yang keturunan Afghanistan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Florida meski dilahirkan di New York. Ia bersekolah di SMA Martin County di Stuart, sekitar 20 menit dari Fort Pierce.
[Gambas:Video CNN]
Seorang teman kelasnya menggambarkan Mateen seperti seorang remaja biasa yang bermain sepak bola.

Samuel King, kakak kelas Mateen, mengaku mereka kerap mengobrol setelah Mateen lulus pada 2004. King pernah bekerja di restoran Ruby Tuesday, di sebuah mal di mana Mateen juga pernah bekerja di toko nutrisi GNC. King yang mengaku sebagai seorang gay, mengatakan Mateen yang ia kenal hingga 2009 tidak menunjukkan sikap antihomoseksual.

"Yang mengejutkan bagi saya adalah bahwa mayoritas staf di Ruby Tuesday ketika saya bekerja di sana adalah gay. Ia jelas tidak antigay, setidaknya tidak saat itu. Ia tidak menunjukkan kebencian kepada kami," kata King.

Namun King juga mengingat Mateen sebagai sosok yang ramah dan banyak bicara setelah lulus sekolah. Ia mengatakan "pasti sesuatu berubah" sejak terakhir kali mereka bertemu.

Ayah Mateen, Seqqique, berkata ke NBS News bahwa pembantaian yang dilakukan anaknya tidak terkait agama karena Mateen bukanlah orang yang religius.

FBI pernah mewawancarai Mateen pada 2013 dan 2014 setelah ia mengekspresikan simpati kepada seorang pelaku pengeboman, namun tak ditemukan apa pun. Karena itu, Mateen bisa bebas membeli senjata secara legal hanya sekitar dua pekan sebelum ia melakukan penembakan massal di kelab Pulse. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER