Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap bulan suci Ramadan, ada sebuah tradisi lama di dunia Arab yang mulai ditinggalkan di era modern, yaitu gendang pembangun sahur.
Diberitakan
Saudi Gazette, dulu petugas pemukul gendang jelang sahur atau yang disebut mesaharaty memiliki peran penting untuk membangunkan umat Muslim santap sahur.
Warga di beberapa negara Arab seperti Arab Saudi, Mesir dan Yaman, ingin kembali menghidupkan tradisi ini. Para mesaharaty turun ke jalan-jalan kota sambil menabuh gendang, terkadang lengkap dengan seragam atau atribut seperti yang dipakai di masa lampau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tradisinya di desa-desa kecil, mesaharaty akan berhenti di setiap pintu dan memanggil nama pemilik rumah agar bangun. Metode lainnya, mesaharaty memukul gendang sambil menyanyikan puji-pujian bagi Allah.
Para mesaharaty tidak mendapat bayaran atas kerja kerasnya. Namun sudah menjadi tradisi di akhir Ramadan, warga memberikan hadiah bagi mereka.
Di zaman saat Nabi Muhammad masih hidup, tidak ada tradisi mesaharaty. Saat itu di Madinah, warga dibangunkan saat sahur oleh azan pertama subuh oleh Bilal bin Rabah. Sahur berhenti saat azan kedua subuh dikumandangkan oleh Abdullah Ibnu Ummi Maktoum.
Tradisi mesaharaty pertama kali muncul saat masa kekhalifahan Abbasiyah. Gubernur Mesir saat itu, Orbat bin Ishaq, adalah mesaharaty pertama dalam sejarah. Orang nomor satu di Mesir ini pada tahun 852 berjalan di Kairo untuk mengingatkan warga bangun sahur.
Selama masa kekhalifahan Fatimiyyah, khalifah Al-Hakim bin Amrillah memerintahkan rakyatnya untuk tidur lebih awal setelah tarawih. Kemudian di waktu sahur, dia memerintahkan tentara untuk mengetuk setiap pintu untuk membangunkan sahur.
 Mesaharaty atau pria pemukul gendang jadi tradisi khas Ramadan di dunia Arab. (Reuters/Jamal Saidi) |
Seiring berjalannya waktu, para pemimpin Islam saat itu menunjuk seorang mesaharaty untuk membangunkan sahur.
Di dunia Islam, mesaharaty muncul dalam berbagai bentuk yang beragam. Di Oman, mesaharaty masih memukul gendang, sementara di Kuwait, mesaharaty ditemani oleh anak-anak yang membacakan doa. Di Yaman, mesaharaty mengetuk pintu rumah warga dengan tongkat untuk membangunkan sahur.
Di Sudan, mesaharaty membawa lentera dan buku nama-nama warga. Dia mengetuk pintu rumah warga, memanggil nama mereka.
Di Libanon, Suriah dan Palestina, mesaharaty meniup peluit untuk membangunkan sahur. Sebelumnya dia telah mengunjungi rumah warga, menulis nama-nama penghuni rumah di pintu, dan memanggil nama mereka satu per satu saat sahur.
Pada 10 hari terakhir Ramadan, mesaharaty mengingatkan masyarakat soal pahala puasa dan mengimbau agar tidak berlebihan dalam makan. Pasalnya di akhir Ramadan, dalam kebiasaan bangsa Arab, warga akan memasak kue-kue dan makan lebih banyak.
Pada pemerintahan dinasti Mamluk, pemerintah Mesir menggunakan meriam untuk menandakan waktu sahur. Meriam juga ditembakkan saat menjelang waktu berbuka. Mesir awalnya menggunakan peluru meriam untuk membangunkan sahur, namun dari tahun 1859 mereka hanya menggunakan mesiu karena lebih aman.
Saat ini peran mesaharaty mulai tergantikan dengan teknologi seperti alarm pada jam atau ponsel. Namun mesaharaty masih menjadi simbol Ramadan yang dinanti kehadirannya setiap bulan suci.
(den)