Jakarta, CNN Indonesia -- Turki dan Rusia sepakat untuk memperbaiki dan mempererat hubungan kedua negara setelah pertemuan Presiden Tayyip Erdogan dan Presiden Vladimir Putin.
Putin menerima kunjungan Erdogan di St. Petersburg, Selasa (9/8). Ini merupakan kunjungan pertama Erdogan ke luar negeri setelah percobaan kudeta yang gagal di Turki pada Juli lalu.
Hubungan kedua negara sempat terputus sejak jet tempur Rusia ditembak Turki di wilayah perbatasan dengan Suriah pada akhir tahun lalu.
“Apakah kamu ingin restorasi hubungan dalam spektrum penuh? Ya dan kami akan mencapai itu,” kata Putin dalam konferensi pers setelah pertemuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erdogan mengatakan kerja sama kedua negara akan ditingkatkan dalam banyak sektor termasuk proyek pipa gas senilai US$20 miliar dan Rusia akan membangun pembangkit nuklir di Turki. Kerja sama di sektor pertahanan, juga akan ditingkatkan.
Erdogan, dalam sambutannya, mengucapkan terima kasih kepada Putin yang telah mengundang dia ke Rusia dan mengatakan kerja sama antara kedua negara harus menguntungkan seluruh wilayah.
Kedua pemimpin itu juga membahas perang Suriah, dalam sesi tertutup berikutnya. Terkait Suriah, Turki dan Rusia mendukung pihak yang berlawanan. Turki mendukung pemberontak Islam sedang Rusia memberi dukungan kepada pemerintahan Bashar al-Assad.
[Gambas:Video CNN]Putin mengatakan kepada Erdogan bahwa ia berharap Ankara sepenuhnya bisa memulihkan ketertiban setelah upaya kudeta, dan mengatakan bahwa Moskow selalu menentang tindakan inkonstitusional.
"Saya ingin mengungkapkan harapan bahwa di bawah kepemimpinan Anda orang-orang Turki akan mengatasi masalah ini dan ketertiban dan legalitas konstitusional akan dikembalikan," ujar Putin.
Sebelumnya, Erdogan sempat menyatakan kekecewaan terhadap negara Barat yang mengkritik tindakan kerasnya pasca percobaan kudeta, yang menewaskan 246 orang.
Turki juga menyalahkan kudeta kepada ulama Fethullah Gulen yang saat ini berada di pengasingan di Pennsylvania. Turki telah meminta AS secara resmi untuk mengekstradisi Gulen, namun AS meminta Turki memberikan bukti keterlibatan Gulen dalam peristiwa itu. Gulen sendiri menampik tuduhan tersebut dan menilai permintaan ekstradisi itu hanyalah cara Erdogan untuk membawanya kembali pulang ke Turki dan menghukumnya.
(stu)