Jakarta, CNN Indonesia -- Bentrok pecah antara demonstran dan polisi Kongo, menewaskan sekitar 50 orang. Sebelumnya, pemerintah menyebut 17 orang tewas akibat bentrok.
Protes pada Senin (19/9) itu dihadiri oleh ribuan orang, dan terjadi di tengah meningkatnya tekanan bagi Presiden Joseph Kabila untuk mundur dari jabatannya, yang seharusnya berakhir pada Desember kelak.
Kelompok oposisi menuding Kabila sengaja memperpanjang masa jabatannya, menunda pemilu yang seharusnya dilangsungkan pada November hingga setidaknya tahun depan. Namun pendukung Kabila membantah tudingan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kematian yang menyedihkan dan menyaitkan dari tindakan barbar dan biadab ini adalah: 17 orang tewas, tiga di antaranya polisi,” kata Menteri Dalam Negeri Kongo Evariste Boshab seperti dilansir
Reuters. Ia mengutuk aksi demonstrasi itu sebagai “penggunaan kekerasan untuk menghasut kekacauan.”
Presiden dari partai oposisi Pasukan Reformis untuk Persatuan dan Solidaritas (FONUS) Joseph Olenga Nkoy mengatakan 53 orang tewas dalam bentrok sementara pejabat berwenang lokal mengatakan 25 orang ditembak.
"Koalisi (kelompok oposisi) menyesalkan jumlah korban, lebih dari 50 orang tewas pada saat ini, korban penembakan peluru tajam oleh polisi dan penjaga republik," kata koalisi dalam sebuah pernyataan,
dikutip dari AFP.
Sebelumnya, kelompok HAM melaporkan puluhan pemrotes dan jurnalis ditangkap di Ibu Kota Kinshasa, juga di kota lain seperti Goma dan Kisangani, di mana protes juga berlangsung.
Juru bicara pemerintah mengonfirmasi penahanan pemimpin oposisi Martin Fayulu, yang menderita luka di kepala dalam demonstrasi.
Meski begitu, kelompok oposisi terus menyerukan pendukungnya untuk berdemonstrasi.
“(Koalisi oposisi) menyerukan kepada rakyat Kong dari hari ini dan seterusnya untuk mengintensifkan dan menyebarkan mobilisasi massa ini setiap hari hingga 19 Desember,” kata juru bicara partai oposisi.
Demonstrasi pada Senin merupakan respons dari keputusan komisi pemilu sepekan sebelumnya yang menetapkan penundaan pemilu presiden.
Namun sebelumnya, negara Afrika Tengah penghasil tembaga itu, tak pernah mengalami transisi politik secara damai.
Jutaan orang tewas pada perang regional di Kongo antara 1996 dan 2003 silam.
Sementara itu, akibat bentrok pada Senin, Amerika Serikat mengancam akan memberlakukan sanksi tambahan terhadap pihak yang bertangung jawab.
AS sebelumnya memberlakukan sanksi terhadap kepala polisi Kinshasa pada Juni lalu. Puluhan orang tewas dalam aksi serupa memprotes Kabila tahun lalu.
(stu)