Jakarta, CNN Indonesia -- Pasukan pemerintah Suriah dan sekutu mereka menyerang wilayah yang dikuasai pemberontak di kota Aleppo pada awal pekan ini melalui serangan darat. Operasi militer ini disebut-sebut sebagai serangan darat terbesar dalam upaya merebut Aleppo dari pemberontak.
Serangan darat pada Selasa (27/9) diluncurkan oleh pasukan pemerintah Suriah yang didukung oleh sejumlah milisi sekutu dari Iran, Irak dan Libanon. Serangan ini menargetkan Kota Tua Aleppo yang dekat dengan benteng bersejarah dan sejumlah jalur akses utama kota itu.
Kelompok pemberontak memaparkan bahwa pasukan Suriah memulai serangan dari pedesaan di wilayah utara menuju selatan, mengarah pada bentrokan sengit antara kedua kubu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok pemerhati HAM, Syrian Observatory of Human Rights melaporkan bahwa pasukan Suriah kini berada di posisi yang menguntungkan. Namun pemberontak mengaku mampu menahan serangan mereka.
Seorang pejabat pemberontak mengklaim bahwa gerilyawan mereka kini dalam posisi kuat melawan gempuran pasukan pemerintah dalam pertempuran di provinsi Hama, yang terletak jauh di selatan.
Sementara, komandan milisi Syiah dari Irak yang mendukung Assad mengatakan kepada
Reuters bahwa sejumlah besar pasukan tentara elit "Nimr" atau yang berarti "Harimau" mulai bergerak dengan kendaraan lapis baja dan tank untuk menyerang wilayah yang dikuasai pemberontak.
AFP melaporkan bahwa pasukan pemerintah Suriah sudah berhasil merebut distrik Farafira di Kota Aleppo dari tangan pemberontak pada Selasa.
Merebut Aleppo dari tangan pemberontak akan menjadi kemenangan terbesar rezim Presiden Bashar al-Assad melawan pemberontak. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan Aleppo akan terus dilanda gempuran besar-besaran dari tentara Suriah, milisi sekutu Syiah, Garda Revolusi Iran, dan serangan udara Rusia.
Para sekutu Assad kini secara terbuka menyatakan bahwa mereka tak lagi mempertimbangkan upaya perdamaian dengan pemberontak dan berfokus hanya pada serangan militer.
"Tidak ada prospek untuk solusi politik, jalan terakhir adalah medan perang," kata pemimpin gerakan Hizbullah Syiah dari Libanon, Sayyed Hassan Nasrallah, dikutip dalam surat kabar Libanon, dikutip dari
Reuters.
Hingga kini, diperkirakan lebih dari 250 ribu warga sipil terperangkap di Aleppo akibat kepungan militer Suriah terhadap wilayah yang dikuasai pemberontak. Sejak gencatan senjata terhenti pada pekan lalu, gempuran terhadap Aleppo melalui serangan udara terus terjadi.
Banyak warga yang hilang dan terjebak dalam reruntuhan bangunan, ketika wilayah yang dikuasai pemberontak dihujani bom bungker. Salah satu serangan udara dilaporkan menewaskan 12 orang dari dua keluarga ketika sebuah bangunan runtuh. Jumlah korban tewas di sejumlah distrik pemberontak kini mencapai lebih dari 30 orang, menurut laporan Bebars Mishal, juru bicara layanan darurat Pertahanan Sipil.
Hanya sekitar 30 dokter yang tersisa di wilayah Aleppo yang dikuasai pemberontak. Mereka harus mengatasi ratusan warga yang terluka setiap hari akibat serangan udara. Ratusan pasien terpaksa dirawat di lantai rumah sakit, sementara pasokan terus menyusut.
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, menyerukan "pembentukan segera rute kemanusiaan untuk mengevakuasi pasien yang sakit dan terluka" dari wilayah timur Aleppo yang dikuasai pemberontak.
(ama)