Jakarta, CNN Indonesia -- ISIS dilaporkan tengah mengembangkan pesawat tak berawak atau
drone yang dilengkapi dengan senjata. Hal ini terungkap setelah para peneliti membongkar salah satu markas rahasia ISIS di Irak.
Militan ISIS dilaporkan menggunakan drone yang dilengkapi dengan bahan peledak dalam serangan yang menargetkan pasukan Peshmerga dan tentara Perancis di Kurdistan Irak pada 2 Oktober lalu. Dua tentara Kurdi tewas akibat serangan itu.
Serangan itu merupakan serangan ISIS pertama yang diketahui mengunakan drone bersenjata. Sejumlah laporan media sebelumnya menyebutkan bahwa drone biasa digunakan militan ISIS untuk membuat video propaganda atau sebagai kamera pengintai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, penemuan oleh para peneliti dari Conflict Armament Research (CAR) di salah satu bekas markas ISIS di Ramadi pada Februari lalu menunjukkan bahwa drone bersenjata bisa jadi bagian dari program rahasia ISIS yang lebih besar. Penyelidikan dilakukan setelah ISIS berhasil dipukul mundur dari Ramadi.
Para peneliti dari kelompok yang berbasis di Inggris itu memasuki gedung bekas markas ISIS pada 21 Februari lalu dan menemukan bekas produksi drone yang terabaikan, lengkap dengan badan dan sayap pesawat, kamera pengendali dan sensor.
Penyelidik juga menemukan sistem rudal panggul, termasuk hulu ledak dan satuan kemudinya di markas itu.
"Bukti visual dari markas itu menunjukan adanya upaya produksi drone yang lebih besar," demikian bunyi laporan CAR, dikutip dari
The Independent, Kamis (20/10).
"Penemuan konstruksi drone dan upaya melengkapinya dengan komponen rudal menguatkan indikasi bahwa pasukan ISIS tengah mengembangkan drone bersenjata," bunyi pernyataan itu.
Para militan ISIS juga meninggalkan sejumlah pasokan resistor, transistor, dan instrumen pembuatan alat peledak yang dapat dikendalikan dengan radio.
Menurut Direktur Eksekutif CAR James Bevan, penggunaan drone sebagai senjata mematikan oleh kelompok militan dan teroris merupakan masalah internasional yang patut diperhatikan.
"Pengembangan senjata otomatis tak berawak ini dapat meningkatkan kekuatan militer pasukan ISIS secara signifikan," kata Bevan.
Sementara itu, dalam laporan yang dirilis pada Kamis, Pusat Pemberantasan Terorisme Amerika Serikat (CTC) menyimpulkan drone bersenjata yang dirakit ISIS sejauh ini tidak secanggih yang diperkirakan.
Peneliti menyebutkan pengembangan senjata drone yang dilakukan ISIS telah diujicobakan setidaknya pada tiga kesempatan sejak September hingga Oktober tahun ini.
Menurut laporan CTC, dua insiden pertama disebutkan memiliki dampak kerusakan "yang masih kecil." Drone bersenjata rakitan ISIS sejauh ini diketahui menewaskan dua pejuang Kurdi dan melukai dua tentara pasukan khusus Perancis.
CTC menyimpulkan bahwa ancaman yang datang dari drone bersenjata rakitan ISIS dan kelompok militan lainnya masih dalam kualitas rendah. Namun, drone bersenjata itu dapat digunakan oleh militan secara efektif sebagai strategi pengawasan yang cukup membahayakan kapal militer.
(ama/den)