Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia kembali mengadakan pertemuan trilateral dengan Filipina dan Malaysia guna membahas lebih lanjut mekanisme patroli laut antar ketiga negara tersebut. Hal ini dilakukan bersamaan dengan penculikan warga negara Indonesia di perairan Sabah, Malaysia sebanyak dua kali selama November ini.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir membenarkan pertemuan ini dengan menyatakan bahwa perundingan trilateral kali ini merupakan pertemuan lanjutan dengan agenda membahas secara mendalam prosedur pengawasan perairan masing-masing negara.
"Pertemuan di Manila hari ini lebih teknis, akan bahas beberapa isu termasuk
rule of engagement dalam konteks patroli koordinasi dan prosesur menghadapi insiden perairan," ungkap Arrmanatha di Jakarta, Rabu (23/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arrmanatha menjelaskan, SOP kerja sama patroli trilateral selama ini sebenarnya sudah dibentuk dan disepakati sejak Mei lalu di Jogjakarta. Namun, karena SOP ini dinamis, ketiga negara patut mengevaluasi dan menyempurnakan sesuai dengan perkembangan prosedur dengan situasi yang ada.
Selain itu, menurutnya, pertemuan trilateral ini akan membahas dan mengatur tim kerja khusus yang secara spesifik akan memantau perkembangan kerja sama trilateral ini.
"Pertemuan kali ini diwakilkan oleh pihak TNI karena mereka leading sector di kerja sama ini. Agenda utama pertemuan kali ini untuk bahas joint working grup yang akan memantau perkembangan kerja sama," kata Arrmanatha.
"Yang hadir memang perwakilan TNI dan kami (Kemlu) akan dapat laporan lebih lanjut dari mereka," tutur Arrmanatha menambahkan.
Pertemuan trilateral ini hanya berselang beberapa hari setelah penculikan nelayan WNI untuk yang kedua kalinya dalam bulan November ini terjadi di perairan Sabah pada Sabtu pekan lalu.
Terkait penculikan dua WNI tersebut, Arrmanatha menjelaskan bahwa Kemlu terus melakukan upaya pembebasan dan pergerakan kelompok penculik.
Hingga saat ini, katanya, Pemerintah terus melakukan koordinasi dengan pemilik kapal. Sejauh ini, baik Kemlu maupun pemilik kapal belum bisa berkomunikasi dengan pihak penculik. Menurut Arrmanatha, komunikasi dengan penyandera biasa terjadi setelah 3-4 hari penculikan terjadi.
"Saat ini terus lakukan koordinasi dengan pemilik kapal apakah sudah ada komunikasi dari pihak penculik atau belum. Sejauh ini belum ada (komunikasi). kalau penculikan di perairan Sabah biasanya baru 3-4 hari baru ada kontak dengan penculik," kata Arrmanatha.
Tak hanya Kemlu, ucap Arrmanatha, upaya pembebasan juga terkordinasi dengan Kementerian Pertahanan dan Kementerian koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan yang tergabung dalam crisis center.
"Upaya pembebasan WNI terfokus dalam crisis center yang ada di Menkopolhukam. Tugas utama Kemlu disini sebagai pihak yang berdiplomasi dan bernegosiasi dengan pihak luar," tutur Arrmanatha.
Dua WNI asal Sulawesi Selatan, Saparuddin Bin Koni, 43, dan Sawal Bin Maryam, 36, diculik saat sedang berlayar mencari ikan di perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia pada Sabtu (19/11) sekitar pukul 19.20 waktu setempat.
Sekelompok pria bersenjata menggunakan speed boat mendekati kapal Saparuddin dan Sawal. Kapal tersebut berisikan sekitar 13 awak buah kapal, namun, hanya Saparuddin yang merupakan kapten kapal dan Sawal, wakil kapten kapal, saja yang disandera, sementara 11 lainnya dibebaskan.
Penculikan Saparuddin dan Sawal merupakan insiden kedua kalinya yang terjadi di Perairan Sabah pada November ini.
(gir)