Jakarta, CNN Indonesia -- Barisan organisasi masyarakat di Filipina menggelar unjuk rasa untuk menolak pemberlakuan daruat militer di Mindanao setelah terjadi bentrokan antara militer dan kelompok militan Maute di Marawi.
Menyebut gerakan ini sebagai "Jumat Hitam", mereka akan mengenakan kaus hitam dan berkumpul di depan Universitas Santo Tomas, kemudian bergerak ke Mendiola.
"Hari ini, Jumat (26/5), kami berdemonstrasi ke Mendiola sebagai tanda solidaritas dengan orang Marawi dan Mindanao. Kami mengutuk serangan terhadap kelompok Maute dan warga sipil Marawi," ujar Sekretaris Jenderal kelompok Bayan, Renato Reyes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia kemudian mengatakan, darurat militer yang diberlakukan oleh Presiden Rodrigo Duterte justru akan membuka lebar potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam pernyataan resminya, kelompok Bayan mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mengatasi akar konflik bersenjata di bagian selatan Filipina. Menurut mereka, akar masalah itu hanya dapat dicabut dengan perundingan damai.
"Konflik di Mindanao adalah kemiskinan, ketidaksetaraan, dan pelanggaran HAM yang mengakar, termasuk menentukan pilihan sendiri. Ini semua membutuhkan solusi yang lebih dari sekadar solusi militer," tulis Bayan.
Sebagaimana dilansir
Inquirer, situasi seperti ini serupa dengan yang terjadi pada masa pemerintahan Ferdinand Marcos. Saat itu, para militan dan aktivis sayap kanan turun ke jalan untuk menolak darurat militer.