Jakarta, CNN Indonesia -- Pasukan keamanan Suriah terus berusaha memberangus ISIS di wilayah barat Raqqa, sementara Pasukan Demokratik Suriah yang didukung Amerika Serikat menggempur teroris internasional tersebut dari timur.
Saat pertempuran melawan teroris terpusat di Raqqa yang merupakan ibu kota
de facto ISIS, Idlib justru menjadi rebutan dua kelompok militan, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang merupakan pecahan Al-Qaidah, dan Ahrar al-Sham.
Selama sepekan terakhir, terjadi pertarungan sengit antara HTS dan Ahrar al-Sham yang sempat disela gencatan senjata pada Jumat (20/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lembaga pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia menyebut pertempuran antara dua kelompok militan itu menewaskan 92 orang, termasuk 15 warga sipil.
Analis menyebut ketegangan meruncing antara dua kelompok militan selama dua bulan terakhir, diperburuk kekhawatiran HTS akan adanya rencana mengusir ‘kelompok teror’ dari provinsi tersebut, yang berujung konflik.
Setelah sepekan dan gencatan senjata dilakukan, kini Idlib sepenuhnya didominasi HTS.
"Ahrar al-Sham mengundurkan diri dari kota Idlib yang kini berada di bawah kendali Hayat Tahrir al-Sham," kata Kepala Observatorium Rami Abdel Rahman kepada AFP.
“Ratusan pemberontak [Ahrar al-Sham] meninggalkan kota menggunakan belasan kendaraan menuju selatan Idlib,” kata Abdel Rahman, yang menambahkan HTS telah menempatkan penjaga di beberapa pos pemeriksaan di kota tersebut.
Namun, Observatorium Suriah menyebut kejatuhan Idlib ke tangan HTS hanyalah simbolis, pasalnya kelompok militan itu telah menguasai “lebih dari 31 kota dan desa” di Provinsi Idlib dalam dua hari terakhir.
HTS adalah kelompok yang terbentuk dari mantan militan faksi Fateh al-Sham, yang sebelumnya diketahui sebagai Al-Nusra, sebelum berbaiat pada Al-Qaidah.
HTS dan Ahrar al-Sham sebelumnya beraliansi dan mereka sama-sama bertempur guna merebut sebagian besar Provinsi Idlib dari Pemerintah Suriah, pada 2015.
Namun, Abdel Rahman menyebut kehadiran pemberontak Ahrar al-Sham di Idlib semakin berkurang. Mereka hanya menguasai kota Ariha dan sebagian Jabal al-Zawiya di tenggara provinsi. Sementara HTS terus memperkuat cengkeramannya di Idlib.
Di sisi lain, pemerintahan Presiden Bashar al-Assad terus berupaya menekan pemberontakan di negaranya yang dirundung konflik selama enam tahun terakhir.
Konflik di Suriah pecah pada 2011 setelah aksi demonstrasi damai dari kelompok anti-pemerintah, ditekan secara brutal oleh rezim Assad. Bentrokan dengan cepat meningkat menjadi perang yang melibatkan komunitas internasional dan menewaskan lebih dari 330 ribu jiwa dan membuat jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal.
Kehadiran ISIS pada 2014 membuat konflik di Suriah semakin rumit.
Di Raqqa, yang berlokasi di timur jauh dari Idlib, ISIS sudah semakin terdesak. Mayor Jenderal Rupert Jones, komandan militer Amerika Serikat yang memimpin pasukan koalisi melawan ISIS menyebut masih banyak yang harus dilakukan di kota tersebut.
“Masih banyak yang harus kami lakukan di Raqqa dan kami akan terus bekerjasama dengan Pasukan Demokratik Suriah untuk memgalahkan Daesh [nama lain ISIS],” papar Jones.