Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin defacto Myanmar, Aung San Suu Kyi, menuding militan Rohingya membakar rumah dan merekrut tentara anak dalam rangkaian kekerasan di negara bagian Rakhine belakangan ini.
"Teroris menyerang pasukan keamanan menggunakan anak-anak di garda depan dan membakar desa-desa etnis minoritas," demikian pernyataan Kantor Konselor Negara yang dipimpin langsung oleh Suu Kyi.
Rohingya memang merupakan etnis Muslim minoritas di Myanmar yang mayoritas berpenduduk Buddha. Namun di Rakhine, Rohingya merupakan mayoritas dan dalam hal ini, minoritas yang dimaksud adalah non-Muslim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi pernyataan ini, Tentara Penyelamatan Rohingya Arakan (ARSA), kelompok militan di balik pertempuran ini, mengatakan bahwa pasukan pemerintah lah yang melakukan serangan terlebih dulu.
"Ketika menyerbu desa-desa Rohingya, tentara militer brutal Myanmar membawa serta kelompok ekstremis Buddha untuk menyerang desa Rohingya, menjarah properti Rohingya, kemudian membakar rumah Rohingya," kata ARSA melalui akun Twitter mereka.
Rangkaian kekerasan ini sendiri terjadi sejak Jumat lalu. Sejak saat itu, bentrokan memanas hingga menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk 80 militan. Ribuan orang Rohingya pun dievakuasi
Sebagaimana dilansir
AFP, Rakhine memang merupakan medan panas yang kerap membara akibat konflik dengan Rohingya.
Etnis Muslim minoritas yang sudah tinggal turun-temurun di Myanamr itu hingga kini tidak memiliki status kewarganegaraan dan dianggap imigran ilegal.
Rohingya pun kerap menjadi korban kekerasan dan penganiayaan. Namun menurut
AFP, Rohingya biasanya mengindari kekerasan.
Kekerasan di Rakhine kembali memanas sejak Oktober lalu, ketika sekelompok Rohingya dituding menyerang pos penjagaan di perbatasan.