ANALISIS

Mengapa Suu Kyi Tak Berkutik soal Persekusi Rohingya

CNN Indonesia
Selasa, 12 Sep 2017 12:45 WIB
Penasihat Negara Aung San Suu Kyi tak bisa berkutik soal Rohingya karena partainya takut militer terus menguasai politik Myanmar jika ditentang.
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, tak berkutik mengatasi persekusi Rohingya karena partainya takut kekuasaan militer terus berlangsung. (Reuters/Jorge Silva)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi mendapatkan kecaman keras karena tak bisa melindungi etnis minoritas Muslim Rohingya. Hal ini menunjukkan bagaimana partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang ia dirikan masih tak berkutik menghadapi kekuasaan militer.

Kekerasan terbaru terhadap masyarakat Rohingya pecah pada 25 Agustus lalu dan masih berlangsung hingga hari ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan setidaknya sudah ada 1.000 orang yang tewas dalam peristiwa yang disebut dengan "pembersihan etnis" ini.

Kejadian semacam ini bukan kali pertama menimpa etnis minoritas Muslim di Myanmar. Bentrokan besar sebelumnya juga terjadi pada akhir 2016 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika dirunut lebih jauh, persekusi terhadap masyarakat Muslim di negara yang didominasi Buddha ini mulai menjadi menyeruak dan semakin parah 2012. Namun, masalah intoleransi beragama di negara itu sudah berakar jauh lebih lama dari itu.

"Persekusi masyarakat Muslim ... adalah bagian dari rangkaian pelanggaran bersejarah atas hak minoritas agama yang bisa dirunut hingga kudeta 1962 dan subordinasi Muslim oleh militer yang menempatkan mereka dengan status sosial di bawah umat Buddha," bunyi laporan Burma Human Rights Network (BHRN), organisasi pemerhati HAM Myanmar, belum lama ini.

Menurut Maxwell Markusen, Wakil Direktur Proyek Ancaman Transnasional di Center for Strategic International Studies (CSIS), gesekan antara umat Muslim dan militer bahkan sudah terjadi sejak 1948, tak lama setelah Myanmar memproklamirkan kemerdekaannya.
Saat itu, terjadi pemberontakan di dekat perbatasan dengan Pakistan Timur yang kini menjadi Bangladesh.

Setelah bertahun-tahun, pemerintah Myanmar menekan kekerasan yang terjadi dan mencapai gencatan senjata pada 1954. Walau demikian, kudeta militer pada 1962 memperkeras sikap pemerintah terhadap etnis dan agama minoritas. Muslim Rohingya di Rakhine pun kembali direpresi, kata Markusen.

Pada 1982, masyarakat Rohingya tidak lagi diakui sebagai warga negara dan tinggal di dalam wilayah Myanmar di bawah ancaman kamp detensi, deportasi dan kerja paksa, termasuk menjadi pekerja seks komersial yang diselundupkan.

Gelombang persekusi ini berlanjut hingga NLD bergabung dalam pemerintahan bersama militer, terutama di negara bagian Rakhine, di mana pemerintah terbukti tidak mau atau tidak bisa mencegah angkatan bersenjata melakukan pelanggaran HAM berat terhadap Muslim Rohingya, kata BHRN.

[Gambas:Video CNN]

Sebenarnya pemerintah sudah membentuk komisi yang dikepalai mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan untuk menyelesaikan masalah ini, dan Suu Kyi menyatakan rekonsiliasi nasional serta harmoni antarelemen masyarakat merupakan prioritas pemerintahan baru, September 2016 lalu.

Namun, nyatanya kekerasan terus berlangsung dan pecah dalam skala besar baru-baru ini, memaksa ratusan ribu orang mengungsi ke Bangladesh, selain memakan banyak korban jiwa.

NLD pun belum pernah berbicara lantang mempertahankan hak asasi manusia masyarakat Rohingya dan pemerintah yang secara de facto dipimpin oleh Suu Kyi mempertahankan semua peraturan, kebijakan yang mendiskriminasi etnis minoritas tersebut.

Hal ini, kata BHRN, terkait dengan keberadaan militer dalam dunia politik Myanmar yang tak kunjung berakhir.
"NLD tampaknya takut, dengan melawan institusi terkuat di negara itu bakal memperlemah potensi untuk militer, yang masih menguasai tiga kementerian dan menduduki seperempat kursi parlemen, untuk meninggalkan urusan politik di Burma," kata BHRN.

Keadaan ini semakin diperparah dengan mayoritas populasi Myanmar yang tampaknya juga memusuhi masyarakat Rohingya.

"Partai juga menyadari bahwa kritik apapun terhadap militer bakal dibaca oleh publik sebagai tanda yang menunjukkan NLD mendukung Rohingya, yang dipandang banyak orang di Burma sebagai imigran ilegal."

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER