Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) melaporkan lebih dari setengah jumlah pengungsi anak-anak di dunia tidak bersekolah.
UNHCR menyebutkan, pada tahun lalu dari total 6,4 juta pengungsi anak berusia antara 5-17 tahun tidak memiliki kesempatan untuk mendapat akses pendidikan.
"Sekitar 3,5 juta pengungsi anak dari total 6,4 juta [pengungsi anak] yang berada dalam tanggungan UNHCR tidak dapat kesempatan pergi ke sekolah," demikian bunyi laporan terbaru UNHCR, Selasa (12/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporan berjudul "
Left Behind: Refugee Education in Crisis", UNHCR menyampaikan jumlah ini turun sedikit jika dibandingkan dengan 2015 di mana sekitar 3,7 juta pengungsi anak tercatat tidak bisa bersekolah.
Setengah dari sekitar 17,2 juta pengungsi yang berada di bawah asuhan UNHCR merupakan anak-anak.
Karena itu, lembaga tersebut mendesak dunia internasional untuk lebih fokus memperhatikan pendanaan bagi fasilitas pendidikan anak-anak pengungsi.
UNHCR mendorong negara-negara pendonor untuk meningkatkan investasi serta komitmennya dalam pembangunan sektor pendidikan bagi pengungsi.
"Pendidikan para pengungsi muda ini sangat krusial bagi perdamaian dan pembangunan berkelanjutan di negara yang menerima mereka. Pendidikan bagi pengungsi jadi masa depan kesejahteraan negara kita sendiri, khususnya penerima suaka pengungsi," papar Kepala UNHCR Filippo Grandi dalam laporan itu.
Berdasarkan statistik, pada 2016 lalu sekitar 91 persen anak-anak di dunia menjalani pendidikan sekolah dasar atau SD. Namun, hanya sekitar 61 persen pengungsi anak yang bisa menikmati pendidikan dasar meski jumlah ini meningkat dari 50 persen pada 2015.
Sebanyak 84 persen anak di dunia pun memiliki akses pendidikan lanjutan. Namun hanya 23 persen pengungsi anak yang bisa melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah lanjutan.
"Dibandingkan dengan anak-anak lainya di seluruh dunia, jarak dan besar kesempatan bersekolah semakin jauh serta kecil bagi sekitar 6,4 juta pengungsi anak di bawah asuhan UNHCR," kata Grandi seperti dikutip AFP.
Namun, Grandi menyebutkan, para pengungsi yang ditampung atau diterima suakanya oleh negara berpenghasilan rendah tak sepenuhnya menjamin akses pendidikan mereka.
Dia mengatakan, satu dari tiga anak pengungsi yang hidup di negara berpenghasilan rendah enam kali lebih kecil kemungkinannya untuk bersekolah daripada anak-anak lainnya di dunia.
"Sebab, di negara-negara berpenghasilan rendah yang menampung sekitar 28 persen pengungsi dunia, jumlah pengungsi anak yang mendapat pendidikan menegah sangat rendah, hanya ada sembilan persen," kata Grandi.