Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukkan nada yang berbeda terkait insiden serangan teror 11 September 2001.
Saat masih berkampanye menuju kursi presiden, pengusaha properti itu kerap menyalahkan pendahulunya, Presiden George W Bush yang dia sebut gagal mencegah serangan.
Selain itu, ia juga sering menyinggung teori konspirasi yang menyebut umat Muslim bersorak dari atap-atap gedung menyambut tragedui mematikan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, pada Senin waktu setempat, tepat 16 tahun setelah serangan al-Qaidah itu, Trump yang untuk pertama kalinya memperingati insiden tersebut sebagai presiden hanya memberikan pernyataan yang biasa-biasa saja.
"Mereka adalah musuh-musuh yang sangat mengerikan--musuh yang tidak pernah kita lihat sebelumnya," kata Trump dalam pidatonya di Pentagon.
Berbeda dengan masa-masa kampanye, Trump juga tidak menggunakan istilah "terorisme Islamis radikal" ketika merujuk pada serangan yang diotaki oleh Osama bin Laden itu.
Para pemimpin militer, diplomat dan sejumlah pihak lainnya menentang penggunaan bahasa yang berapi-api dan tidak berguna itu. Namun, Trump masih kerap menggunakannya di beberapa kesempatan.
"Kami memastikan mereka tidak akan mempunyai lagi tempat aman untuk meluncurkan serangan terhadap negara kita," kata Trump dalam pidato singkat di dekat lokasi serangan.
 Serangan 11 September memakan korban sekitar 3.000 jiwa. (Reuters/Shannon Stapleton) |
Di sana, sebuah pesawat yang dibajak digunakan untuk menghantam gedung segi lima yang jadi pusat komando pertahanan AS itu. Sementara, dua pesawat lagi menghancurkan gedung World Trade Center.
Satu pesawat lagi jatuh di Pennsylvania karena penumpang menggagalkan aksi para pembajak.
"Kami menegaskan kepada para pembunuh liat ini bahwa tidak ada tempat yang tidak bisa kita jangkau, tidak ada tempat aman yang tak bisa kita raih, dan tidak ada tempat bersembunyi di dunia yang sangat besar ini," ujar Trump.
Trump juga tidak menyinggung soal larangan imigrasi sementara dari sejumlah negara berpenduduk mayoritas Muslim. Biasanya, Trump menggemborkan langkah itu sebagai cara untuk menjaga keamanan AS dari terorisme.
Pada November 2015, Trump mengklaim bahwa penduduk salah satu kota kecil di New Jersey yang penduduknya didominasi Muslim bersorak-sorak ketika menara WTC runtuh.
"Saya melihat ketika World Trade Center runtuh," kata Trump saat itu. "Dan saya melihat di Jersey City, New Jersey, di mana ribuan orang bersorak saat gedung itu ambruk. Ribuan orang bersorak."
Klaim itu telah berulang kali terungkap sebagai hoaks, termasuk oleh polisi. Namun, Trump berkeras mempertahankan klaimnya.
"Itu benar-benar terjadi. Saya melihatnya," kata dia. "Itu ada di televisi. Saya melihatnya."