Kelaparan Picu Eksodus Baru Rohingya dari Rakhine

CNN Indonesia
Selasa, 17 Okt 2017 12:09 WIB
Ribuan Rohingya kembali mengungsi ke Bangladesh menyusul penyusutan pasokan makanan dan kebutuhan lain di Rakhine, Myanmar.
Kelaparan memicu gelombang pengungsi baru Rohingya dari Myanmar ke Bangladesh. (Reuters/Danish Siddiqui)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ribuan Rohingya dilaporkan kembali mengungsi melintasi perbatasan menuju Bangladesh menyusul penyusutan pasokan makanan dan kebutuhan lain di negara bagian Rakhine, wilayah yang menjadi pusat krisis kemanusiaan di Myanmar.

Meski Myanmar telah membuka akses kemanusiaan menuju Rakhine, Burma Human Rights Network (BHRN) melaporkan tidak seluruh organisasi bisa masuk dan menyalurkan bantuan ke wilayah itu.

Direktur Eksekutif BHRN Kyaw Win melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com pada Selasa (17/10) mengatakan para warga terdampak krisis hanya bisa mengandalkan bantuan yang diperbolehkan masuk oleh pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain Komite Palang merah Internasional (ICRC) yang berkoordinasi dengan pemerintah, Myanmar membatasi hampir seluruh LSM untuk mendistribusikan bantuan. Hasilnya, sebagian wilayah yang sangat bergantung pada bantuan sudah lama tak menerima pasokan pangan dan kebutuhan lain yang tak kunjung datang," ujarnya.

"Ini menyebabkan mereka yang masih ada di utara Rakhine terus melarikan diri. Sejumlah saksi mengindikasikan gelombang pengungsi terus terjadi karena ancaman kelaparan, bukan lagi karena ancaman langsung pihak militer."

Win mengatakan kekurangan pangan terjadi hampir di seluruh wilayah Rakhine, terutama di wilayah tempat tinggal masyarakat minoritas Rohingya.
Menurutnya, sebagian penduduk desa di utara Rakhine telah mengonfirmasi gelombang pengungsi skala besar masih terjadi setiap harinya.

Salah seorang penduduk desa di Thayet Kin Manu, Buthidaung, mengatakan bahwa 30 dari 165 keluarga di kampungnya telah melarikan diri ke Bangladesh melalui perbatasan. Sementara penduduk desa lainnya pun tengah mempersiapkan diri untuk melakukan hal serupa.
[Gambas:Video CNN]
"Ini karena aturan baru yang diterapkan pada September kemarin, yang melarang LSM menyalurkan bantuan bahkan di luar area konflik. Karena blokade total yang menyebabkan orang-orang kelaparan ini akhirnya memicu gelombang eksodus berlanjut," ujar Win.

Hal serupa juga terjadi di wilayah lainnya seperti Maungdaw, Rhateudaung, Minbya, Sittwe, Kyauktaw, dan Mrauk U. Dalam beberapa kasus, kata Win, warga di Rakhine bahkan dilarang mencari dan membeli makanan dengan diiming-imingi janji bantuan pangan pemerintah yang tak kunjung datang.
Pada kasus lainnya, Win mengatakan pengiriman bantuan pemerintah memang sampai ke tangan warga di sana namun jumlahnya sangat kecil sehingga tak mencukupi kebutuhan jangka panjang.

"Seperti di desa Gu Ta Pyin, pemerintah memang mengirim 100 kantong beras kepada warga di sana namun itu hanya bertahan untuk dua hari saja," katanya.

Tak hanya terancam kelaparan, para warga terdampak krisis di Rakhine pun dipaksa untuk menyarahkan tanah dan sawah mereka kepada militer untuk dijadikan barak tentara, kata Win.

Ia pun mendesak pemerintahan Aung San Suu Kyi untuk memperbesar akses bantuan kemanusiaan LSM lokal dan internasional ke pusat konflik seperti Rakhine. Selain itu, dia juga mendesak Myanmar untuk menjamin keamanan bagi organisasi kemanusiaan yang tengah menyalurkan bantuan ke wilayah konflik.
Sebab, sejumlah kasus penyerangan terjadi terhadap LSM yang hendak menjalankan misi itu.

"Meski ada beberapa langkah positif dalam distribusi bantuan kemanusiaan, kebutuhan masyarakat ini masih belum terpenuhi karena pembatasan akses dan kurangnya jaminan keaman bagi LSM yang telah diserangs aat mendistribusikan bantuan," kata Win menambahkan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER