PBB: Militer Myanmar Perkosa Rohingya Secara Sistematis

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 13 Nov 2017 12:32 WIB
PBB menyatakan militer Rohingya kerap memperkosa perempuan Rohingya secara sistematis sejak krisis kemanusiaan kembali terjadi di Rakhine pada Agustus lalu.
Ilustrasi pengungsi Rohingya. (AFP Photo/K M Asad)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan militer Rohingya kerap memperkosa perempuan Rohingya secara sistematis sejak krisis kemanusiaan kembali terjadi di Rakhine pada Agustus lalu.

“Pengamatan saya menunjukkan ada pola kekejaman yang meluas, termasuk kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak secara sistematis karena etnis dan agama mereka,” ujar utusan PBB mengenai kekerasan seksual dalam konflik, Pramila Patten, kepada wartawan di Dhaka, Bangladesh, pada Senin (13/11).

Patten melakukan pengamatan itu saat mengunjungi kamp-kamp di Cox's Bazar yang menampung sekitar 610 Rohingya sejak bentrokan pecah di Rakhine, Myanmar, pada Agustus lalu. Dari pengamatan itu, Patten mendapatkan berbagai cerita mengerikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Bentuk kekerasan seksual yang kami dengar secara konsisten dari para pengungsi itu termasuk pemerkosaan berkelompok oleh militer, dipaksa telanjang di depan publik, hingga perbudakan seksual selama menjadi tawanan militer,” katanya, sebagaimana dikutip The Straits Times.
Patten menuturkan, seorang perempuan Rohingya yang selamat dari penyiksaan mengaku sempat menjadi tahanan militer selama 45 hari. Selama itu pula, perempuan itu berulang kali diperkosa. Beberapa korbannya lainnya bahkan masih memiliki bekas luka memar dan gigitan pada tubuh mereka.

Menurut Patten, kejahatan ini tak hanya dilakukan militer, tapi juga polisi perbatasan Myanmar dan kelompok masyarakat lokal, seperti umat Buddha dan etnis lainnya di Rakhine.

Kekerasan seksual pun menjadi salah satu alasan utama pemicu eksodus pengungsi Rohingya ke Bangladesh, selain penyiksaan dan diskriminasi yang terus terjadi.

“Ancaman dan penggunaan kekerasan seksual yang meluas jelas merupakan dorongan dan faktor eksodus skala besar. Ini juga sebagai alat teror yang ditujukan untuk memusnahkan dan mengusir Rohingya sebagai sebuah kelompok,” kata Patten.
“Banyak dari kekejaman tersebut bisa ditetapkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” ucapnya, seperti dilansir The Straits Times.

Tak hanya pemerkosaan, Rohingya juga kerap menjadi korban berbagai kejahatan lain, mulai dari penyiksaan hingga pembunuhan.

Sejak krisis kemanusiaan kembali terjadi di Rakhine pada 25 Agustus lalu, diperkirkan sedikitnya 1.000 orang tewas, kebanyakan Rohingya.

Myanmar pun kembali menjadi sorotan dunia karena dianggap gagal melindungi Rohingya. Etnis itu bahkan tak pernah diakui sebagai warga negara Myanmar dan hanya dianggap imigran gelap dari Bangladesh. (has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER