Aktivis: Tentara Myanmar Bantai Etnis Rohingya Secara Brutal

Natalia Santi | CNN Indonesia
Selasa, 19 Des 2017 13:58 WIB
Laporan Humans Rights Watch merinci serangan brutal dan sistematis yang dilakukan tentara Myanmar terhadap etnis Rohingya di Tula Toli, Rakhine State.
Human Rights Watch mengeluarkan laporan tentang pembantaian yang dilakukan tentara Myanmar terhadap etnis Rohingya. (REUTERS/Adnan Abidi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok aktivis hak-hak asasi manusia (HAM) Human Rights Watch (HRW) menyatakan  militer Myanmar melakukan pembunuhan sistematis dan pemerkosaan terhadap ratusan warga etnis Rohingya di Desa Tula Toli, Rakhine pada 30 Agustus 2017.

Menurut HRW, pembantaian dan pemerkosaan tersebut merupakan bagian dari kampanye pembersihan etnis yang memaksa 645 ribu etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus lalu.

Laporan setebal 30 halaman bertajuk "Massacre by the River: Burmese Army Crimes against Humanity in Tula Toli," atau "Pembantaian di Tepi Sungai, Kejahatan Kemanusiaan Tentara Burma di Tula Toli.", berisi detail serangan tentara Burma atau Myanmar terhadap ribuan warga Tula Toli, yang dikenal dengan nama resmi Min Gyi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

HRW mendokumentasikan bagaimana tentara Myanmar menjebak warga desa Rohingya hingga ke tepi sungai, lalu membunuh dan memperkosa pria, wanita dan anak-anak, lalu membakar desa-desa mereka.

[Gambas:Video CNN]

"Kejahatan tentara Burma di Tula Toli tidak hanya brutal, tapi juga sistematis," kata Brad Adams, Direktur Asia HRW, pada rilisnya, Selasa (19/12). "Tentara melakukan pembunuhan dan pemerkosaan ratusan Rohingya secara efisien yang hanya bisa dilakukan secara terencana."

Laporan HRW dibuat berdasarkan wawancara dengan 18 warga Rohingya asal Tula Toli di Bangladesh. Kelompok aktivis HAM itu juga mengadakan penyelidikan atas operasi militer Myanmar di desa-desa Rohingya. Sedikitnya lebih dari 200 pengungsi Rohingya sejak September.

Militer menggelar operasi besar-besaran untuk merespons serangan Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) ke pos-pos militer pada 25 Agustus.

Pada pagi hari 30 Agustus, ratusan tentara Myanmar tanpa seragam, serta warga desa Rakhine bersenjata  menyerbu Tula Toli. Desa-desa Rohingya, termasuk warga di wilayah sekitarnya yang melarikan diri ke Tula Toli karena desanya diserang sebelumnya, kabur ke tepi sungai yang membatasi desa itu di ketiga sisi.

Banyak warga desa mengungkapkan bahwa pemimpin etnis Rakhine menyuruh mereka untuk berkumpul di tepi pantai, yang dikatakan bakal aman. Padahal, tentara Myanmar langsung mengepung wilayah itu, menembaki kerumunan warga dan mereka yang berusaha kabur.



Tentara lalu memisahkan pria dan wanita. Para wanita dan anak-anak dikumpulkan di perairan dangkal dan dijaga ketat. Sedangkan para pria ditembak atau ditikam pisau hingga tewas. Shawfika, 24 tahun, yang menyaksikan suami dan ayah mertuanya tewas mengatakan pembunuhan di tepi pantai itu berlangsung selama beberapa jam.

"Mereka menangkapi para pria, memaksa mereka berlutut lalu membunuhnya. Mereka lalu menumpuk jenazah. Pertama, ditembaki, lalu jika terlihat masih hidup, mereka membunuhnya dengan pedang. Perlu satu setengah jam untuk membawa semua jenazah."

Hingga siang, ratusan orang tewas di tepi sungai. Tentara dan warga desa Rakhine membakar jenazah-jenazah itu di dalam lubang di pasir, untuk menghapus jejak pembunuhan.

Para penyintas juga menggambarkan bagaimana anak-anak direbut dari ibu merkea, lalu dibunuh. Jenazahnya dibuang ke sungai atau ke dalam api, atau dipukuli, atau ditikam hingga tewas.



Hassina Begum, 20 tahun, berusaha menyembunyikan putrinya yang baru berusia setahun, Sohaifa, di dalam kerudungnya. Tapi malangnya, seorang tentara mengetahuinya. "Dia merebut anak saya lalu melemparkannya hidup-hidup ke dalam api," kata Hassina seperti dilaporkan HRW dalam situsnya.

Tentara lalu membawa wanita dan anak-anak yang tersisa ke rumah-rumah dan membaginya dalam beberapa kelompok kecil. Banyak diantaranya diperkosa, dan mengalami penganiayaan seksual, ditikam dan dipukuli. Sembilan perempuan dan anak perempuan yang diwawancara HRW mengaku diperkosa atau mengalami serangan seksual, dan menyaksikan pemerkosaan terhadap rekan-rekannya.

Tentara lalu mengunci rumah-rumah itu lalu membakarnya. Meninggalkan perempuan dan anak-anak di dalam rumah yang terbakar, sebagian besar tidak sadarkan diri atau mati. Shawfika menggambarkan bagaimana dirinya menyelamatkan diri.

"Saya terbangun dan menyadari berada di kubangan darah yang lengket. Saya berusaha membangunkan yang lainnya, tapi mereka tidak bergerak. Saya menerobos tembok bambu dan kabur. Seluruh rumah di daerah itu terbakar. Saya bisa mendengar jeritan perempuan di rumah lainnya. Mereka tidak berhasil menyelamatkan diri dari kebakaran."

Analisa gambar satelit oleh HRW memastikan desa-desa Rohingya di Tula Tuli dan Dual Toli hancur luluh terbakar. Total 746 gedung. Sedangkan desa non-Rohingya di sebelahnya tetap ada. Sebelum serangan, diperkirakan ada sekitar 4.300 warga Rohingya tinggal di Tula Toli.

Tentara dan pemerintah Myanmar berulang kali membantah tuduhan bahwa aparat keamanannya melakukan pelanggaran. Pada 13 November, tim penyelidik militer Myanmar mengeluarkan laporan yang menyatakan tak ada pelanggaran yang terjadi selama militer melakukan operasi di Rakhine State. Laporan itu juga memastikan tidak ada kematian dari orang-orang yang tidak bersalah. (nat)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER