Putus Asa Afghanistan Usai Guncangan Bom Ambulans

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 29 Jan 2018 12:27 WIB
Kabul semakin diselimuti keputusasaan usai diguncang serangan bom yang menewaskan lebih dari 100 dan melukai 235 orang pada akhir pekan lalu.
Warga Kabul semakin putus asa setelah diguncang bom yang menewaskan lebih dari 100 orang, akhir pekan lalu. (REUTERS/Mohammad Ismail)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kabul semakin diselimuti keputusasaan usai diguncang serangan bom yang menewaskan lebih dari 100 dan melukai 235 orang pada Sabtu (27/1).

Serangan di ibu kota itu merupakan insiden ketiga yang terjadi di Afghanistan dalam sebulan. Serangan yang diklaim oleh Haqqanis, organisasi afiliasi Taliban, menjadi yang terparah dalam beberapa bulan terakhir.

"Bagaimana kami bisa hidup? Kemana kami harus pergi?" ucap Mohammad Hanif, seorang pedagang yang membuka toko di dekat lokasi ledakan, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (29/1)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangan itu bermula saat dua mobil yang dicat menyerupai ambulans mendekati kawasan dekat kompleks kedutaan besar pada sekitar 12.45 waktu setempat.

Kedua ambulans lalu meledak ketika mendekati pos pemeriksaan polisi, sekitar 500 meter dari Kedutaan Besar RI di Kabul.
"Orang-orang berlarian untuk menyelematkan diri dan ada juga orang-orang yang bergeletakan di tanah karena terluka di tangan, kaki, dan kepala mereka," kata Hanif.

Kedua ambulans dilaporkan masuk ke wilayah dengan pengamanan cukup ketat itu tanpa kesulitan.

Serangan ini bukan yang pertama kali menerjang daerah kompleks kedubes asing. Pada Mei 2017, bom Taliban juga menewaskan 150 orang di kawasan tersebut.

Meski belakangan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani bersumpah akan memperkuat keamanan negara, serangan kelompok militan di negara Asia Selatan itu tak juga mereda.
Seminggu sebelumnya, Taliban juga menyerang Hotel Intercontinental di ibu kota hingga menewaskan 20 orang.

Sementara serangan yang diklaim ISIS menewaskan enam orang di kantor organisasi kemanusiaan Save The Children di timur kota Jalalabad di pekan yang sama.

[Gambas:Video CNN]

"Masyarakat tidak punya pekerjaan. Tidak ada kehidupan di Afghanistan. Orang-orang harus mencari tempat lain untuk hidup, tapi tidak ada tempat," ujar Sameem, seorang pedagang lain.

Sejumlah pihak pun terus mendesak pemerintahan Ghani untuk lebih memerhatikan keamanan warga dan negaranya. Sebab, selama ini Ghani dianggap terlalu berfokus meredam perpecahan politik dan kelompok yang menentang pemerintahannya.
Sementara itu, pihak lain meminta Ghani dan Atta Mohammad Noor, pemimpin oposisi utama pemerintah, untuk berdamai dan "menyelesaikan perbedaan" di antara mereka.

"Situasi seperti ini sama sekali tidak bisa diterima masyarakat. Pemerintah terlalu banyak menghabiskan waktu dan energi dalam persaingan politik ketika seharusnya lebih memperhatikan keamanan," kata eks menteri Afghanistan, Abdul Hadi Arghandiwal.

"Melawan terorisme dan melindungi rakyat adalah pekerjaan yang bersatu. Saya berharap mereka [pemerintah dan oposisi] bisa bersama-sama melakukan itu," ucap mantan Dubes AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, di tempat terpisah.

Hingga kini, Taliban dan sejumlah kelompok bersenjata lain masih menjadi ancaman keamanan Afghanistan. Selama ini, serangan mereka kerap mengincar polisi, tentara, dan pasukan asing.

Meski begitu, tak sedikit warga sipil yang turut menjadi korban dalam setiap serangan terornya.

(aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER