Delapan Negara Desak DK PBB Bahas Krisis Rohingya

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Kamis, 08 Feb 2018 10:33 WIB
Delapan negara mendesak DK PBB membahas nasib ratusan ribu etnis Rohingya di Bangladesh.
Delapan negara mendesak DK PBB membahas nasib ratusan ribu etnis Rohingya di Bangladesh. (AFP PHOTO / K M ASAD)
Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan lima negara lainnya mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membahas nasib ratusan ribu pengungsi Rohingya di Bangladesh yang melarikan diri dari kekerasan di Rakhine, Myanmar.

Swedia, Polandia, Belanda, Kazakhstan, dan Guinea Ekuatorial, juga turut mendorong diskusi itu digelar.

DK PBB dilaporkan akan menggelar pertemuan untuk mendengar laporan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, Selasa (13/2), mengenai krisis yang dipicu oleh bentrokan antara militer dan kelompok bersenjata di Rakhine sejak akhir Agustus lalu itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DIlansir AFP, usulan pertemuan itu muncul hampir tiga bulan setelah DK PBB mengadopsi pernyataan yang menutut Myanmar segera menghentikan kekerasan yang dilakukan aparat keamanannya, termasuk militer, dan meminta Naypyidaw membiarkan etnis Rohingya kembali ke kampung mereka.

Nasib pengungsi Rohingya masih tidak menentu.Foto: AFPTV
Nasib pengungsi Rohingya masih tidak menentu.


Saat ini, ada lebih dari 750 ribu Rohingya yang dilaporkan mengungsi di perbatasan bangladesh sejak bentrokan di Rakhine pada 25 Agustus lalu.

Sejak bentrokan itu pecah, militer Myanmar diduga meluncurkan operasi pembersihan yang dilakukan bukan untuk menangkap anggota kelompok bersenjata, tapi untuk menyiksa, mengusir, hingga membunuh etnis Rohingnya yang selama ini tidak dianggap sebagai warga negara itu.

Sebanyak 1.000 orang, terutama Rohingya, dilaporkan tewas selama kekerasan memburuk di Rakhine. Desa dan rumah-rumah Rohingya di Rakhine juga dikabarkan telah hancur dibakar oleh aparat dan warga setempat untuk mencegah mereka kembali.

Etnis minoritas Rohingya yang selama ini dianggap sebagai imigran ilegal asal Bengali telah lama mendapat persekusi hingga diskriminasi di Myanmar. Sejak krisis memburuk, Myanmar terus menjadi sorotan dunia internasional karena dianggap gagal melindungi warga negaranya.

Menanggapi hal ini, sekitar akhir 2017, Myanmar yang bekerja sama dengan Bangladesh akhirnya sepakat untuk memulangkan para pengungsi Rohingya dalam dua tahun. Meski repatriasi direncanakan berlangsung mulai akhir Januari lalu, proses tersebut nampaknya masih tertunda karena beberapa hal teknis yang belum rampung.

Sampai saat ini, pemerintah Myanmar juga masih menolak memberikan akses bagi PBB untuk meninjau situas di Rakhine dengan mengatakan bahwa "saat ini bukan saat yang tepat untuk itu."

Desember lalu, Majelis Umum PBB juga sempat mengadopsi resolusi yang meminta Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengutus perwakilannya ke Myanmar.

Namun rencana itu tidak terjadi karena resolusi tersebut diveto China dan Rusia. Beijing merupakan salah satu sekutu Naypyidaw dan merupakan pendukung pemerintahan junta militer Myanmar yang dulu sempat berkuasa. (nat)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER