Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah sayap kanan
Austria mengumumkan rencana untuk melarang siswi taman kanak-kanak dan sekolah dasar atau anak-anak perempuan di bawah usia 10 tahun mengenakan
hijab, Rabu (4/3). Langkah itu diambil untuk memerangi apa yang dianggap ancaman terhadap budaya Austria.
Austria menerima pencari suaka sebanyak lebih dari satu persen populasinya saat krisis imigran Eropa. Isu tersebut mendorong Sebastian Kurz dari kalangan konservatif terpilih sebagai kanselir.
Kurz, kanselir termuda Austria terpilih dalam usia 31 tahun, dengan mengambil sikap garis teras terhadap imigrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan kami adalah untuk mengatasi perkembangan 'masyarakat paralel' di Austria," kata Kurz kepada Radio ORF, menggunakan istilah 'masyarakat paralel' yang digunakan dia dan partai sayap kanan jauh Partai Kebebasan (FPO), mitra koalisinya untuk menggambarkan ancaman muslim terhadap budaya Austria.
"Anak-anak yang mengenakan jilbab di Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar tentu saja menjadi bagian dari itu," kata Kurz sepertid ilansir kantor berita
Reuters.Menteri Pendidikan Ausria Heinz Fassmann menyatakan beleid tersebut akan siap musim panas ini. Namun dia menambahkan langkah tersebut merupakan tindakan 'simbolis', terlepas dari berapa banyak anak yang benar-benar terpengaruh.
Kantor berita Jerman
Deutschewelle menyatakan sebagian besar anak perempuan muslim mengenakan jilbab sejak pubertas.
Dilansir
AFP, Wakil Kanselir Austria Heinz-Christian Strache dari FPO mengusulkan gagasan pelarangan itu pada akhir pekan. Dia menyatakan bahwa anak-anak perempuan berusia di bawah 10 tahun harus dilindungi dan harus dapat berintegrasi serta berkembang bebas.
Kurz mendukung gagasan itu dengan menyatakan bahwa mereka menginginkan seluruh anak-anak perempuan di Austria memiliki kesempatan yang sama.
"Veiling anak-anak kecil jelas tidak punya tempat di negara kita," kata Kurz kepada wartawan seusai sebuah sidang kabinet seperti dilansir
Deutschewelle.Dalam sebuah konferensi pers dengan Wakil Kanselir, Kurz menyatakan mereka meyakini ada masalah di sekolah meski tak punya angka pastinya.
 Foto: Thinkstock/Korrawin ilustrasi wanita berhijab. |
"Apa yang bisa saya katakan kepada Anda bahwa adanya fenomena yang berkembang. Beberapa dekade lalu, kita tidak punya hal seperti ini di Austria dan sekarang terjadi terutama di taman kanak-kanak Islam, juga di sana sini di tempat publik di Wina dan kota-kota lainnya," kata Kurz.
Surat kabar
Kurier melaporkan bahwa baik Kementerian Pendidikan maupun berbagai pakar yang ditanya, tidak tahu pasti berapa banyak anak-anak mengenakan jilbab di taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Hal ini menyebabkan tidak ada angka pasti soal berapa anak yang terdampak jika larangan berhijab berlaku.
Carla Amina Baghajati, juru bicara Komunitas Agama Islam di Austria menyebut perdebatan soal jilbab adalah masalah marjinal yang diberi perhatian berlebihan.
"Setiap sekolah yang terkena masalah harus mengadakan dialog," kata Baghajati seperti dilansir
Reuters.
Dilaporkan
Deutschewelle, para pemimpin komunitas Muslim di Austria merasa menjadi korban. Organisasi muslim utama Austria menyatakan jilbab jarang dipakai gadis Muslim sebelum mereka mencapai pubertas. Mereka menyebut beleid itu akan mengganggu komunitas Muslim.
"Muslim yang taat dan sekuler menjadi cemas dan khawatir bahwa politik saat ini memicu, bukannya meredakan, kebencian terhadap perubahan dalam masyarakat kita. dengan menggambarkan Islam sebagai musuh," demikian pernyataan organisasi itu seperti dilansir
Deutschewelle.Organisasi itu mempertanyakan mengapa tidak ada pembahasan larangan anak-anak Kristen mengenakan salib, atau anak laki-laki Yahudi mengenakan kippah.
Beleid itu membutuhkan suara mayoritas dua per tiga di parlemen. Koalisi berkuasa Austria masih memerlukan dukungan dua partai kecil lainnya agar RUU yang mengatur pelarangan hijab bagi anak-anak di Austria itu berlaku.
(nat)