Bentrokan Bersenjata Tentara dengan Milisi Myanmar, 19 Tewas

AFP | CNN Indonesia
Sabtu, 12 Mei 2018 14:16 WIB
Militer Myanmar bentrok dengan milisi Ta'ang di negara bagian Shan, Myanmar Utara, pada Sabtu (12/5).
Ilustrasi prajurit Myanmar. (REUTERS/Soe Zeya Tun)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bentrokan bersenjata terjadi antara militer Myanmar dengan kelompok etnis bersenjata di negara bagian Shan, utara Myanmar, Sabtu (12/5). Tentara Myanmar dan sumber setempat menyatakan sedikitnya 19 orang tewas dalam peristiwa tersebut.

Aktivis hak-hak asasi manusia (HAM) menyatakan bentrokan di Myanmar Utara dekat perbatasan China meningkat sejak Januari lalu di saat masyarakat internasional fokus pada krisis Rohingya.

Bentrokan pada Sabtu trjadi antara militer Myanmar dengan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), salah satu dari beberapa kelompok pemberontak yang memperjuangkan otonomi yang lebih besar di utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Sembilan belas orang tewas dalam pertempuran," kata sumber militer Myanmar. Dia menambahkan dua puluhan orang luka-luka.

Thaung Tun, seorang pemimpin lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal membantu membawa korban ke rumah sakit menyatakan korban tewas termasuk seorang polisi, seorang pemberontak, empat anggota milisi dan dua perempuan warga sipil.

Foto-foto kendaraan yang hangus terbakar serta orang-orang bersenjata berlarian menyebar cepat di media sosial.

Juru bicara TNLA, Mayor Aik Kyaw menatakan mereka menyerang pos gabungan militer dan milisi di Kota Shan, Muse dan di sebuah jalan menuju Lashio.


"Kami berjuang karena pertempuran  terjadi menyeluruh di kawasan dan serangan serius di negara bagian Kachin," kata dia merujuk konfrontasi terbaru antara tentara Myanmar dengan Tentara Kemerdekaan Kachin yang beraliansi dengan TNLA seperti dilaporkan kantor berita AFP.

Lebih dari 90 ribu orang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Kachin dan Shan sejak gencatan senjata terjadi antara militer Myanmar dengan Tentara Kemerdekaan Kachin gagal pada 2011.

Warga yang menyelamatkan diri dari bentrokan milisi dan militer pun berlindung di tenda-tenda dan gereja-gereja di Kachin. Mereka terutama beragama Kristen. Aktivis HAM menuduh militer memblokir bantuan ke kamp-kamp pengungsi.


Kelompok etnis di Myanmar mencakup sepertiga dari populasi. Namun struktur pemerintahan Myanmar dikuasai oleh suku Burma sejak merdeka pada 1948.

Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar dari kalangan sipil berjanji untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di negeri itu sejak berkuasa 2016. Namun dia berbagi kekuasaan dengan militer yang berusaha memerangi pemberontakan selama beberapa dekade.

Suu Kyi berhasil membawa dua kelompok etnis dalam sebuah kesepakatan gencatan senjata pada Februari lalu. Delapan kelompok lain telah menandatangani kesepakatan itu sebelum Suu Kyi terpilih menjadi pemimpin Myanmar.

(nat)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER