Jakarta, CNN Indonesia -- Amerika Serikat mengirimkan tim khusus ke Korea Utara untuk mempersiapkan pertemuan antara Presiden
Donald Trump dan
Kim Jong-un, yang sebelumnya sempat dibatalkan sepihak oleh Washington.
"Tim Amerika Serikat kami tiba di Korea Utara untuk mempersiapkan pertemuan antara Kim Jong-un dan saya," kata Trump melalui akun Twitter pribadinya, Minggu (27/5).
Melanjutkan pernyataannya, Trump menulis, "Saya sangat percaya Korea Utara punya potensi brilian dan akan menjadi negara dengan perekonomian dan finansial yang hebat suatu hari. Kim Jong-un sepakat dengan saya soal ini. Ini akan terjadi!"
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Trump melansir pernyataan ini, Kementerian Luar Negeri AS juga menyatakan bahwa perwakilan mereka sudah bertemu dengan sejumlah pejabat Korut di Panmunjom di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang membatasi Korut dan Korsel.
Selain itu, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, juga mengatakan bahwa pada Minggu, tim persiapan sudah bertolak ke Singapura, di mana pertemuan bersejarah antara Kim dan Trump akan digelar.
Kabar mengenai pergerakan tim delegasi AS ini pertama kali diberitakan
The Washington Post. Surat kabar itu melaporkan bahwa satu tim delegasi AS bertemu dengan Wakil Menlu Korut, Choe Son Hui di DMZ.
Delegasi itu di antaranya terdiri dari Allison Hooker, ahli bidang Korea dari Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, dan mantan duta besar AS untuk Korsel, Sung Kim.
Mereka dilaporkan bakal kembali menggelar pertemuan pada Senin dan Selasa ini di Tongilgak, bangunan milik Korut di Panmunjom, di mana perjanjian gencatan senjata yang mengakhiri Perang Korea 1950-1953 ditandatangani.
Rangkaian persiapan ini terjadi setelah Kim bertemu dengan Presiden Korsel, Moon Jae-in, pada Sabtu (26/5). Setelah pertemuan itu, Moon mengatakan bahwa kedua pemimpin sepakat konferensi antara Kim dan Trump yang rencananya digelar di Singapura pada 12 Juni mendatang harus tetap berlangsung.
"Kim dan saya sepakat bahwa pertemuan pada 12 Juni nanti harus sukses digelar dan keinginan kami untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea dan rezim damai yang abadi harus tercapai," ucap Moon, sebagaimana dikutip
Reuters.
Moon mengungkap bahwa selama ini mungkin Korut dan AS memiliki pemahaman yang berbeda mengenai makna denuklirisasi. Ia pun mendesak kedua belah pihak untuk membicarakan perbedaan ini.
Selama ini, AS meminta penghentian program senjata nuklir Korut yang "menyeluruh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat ditarik." Namun, Korut menolak penghentian program senjata satu arah dan selalu menekankan "denuklirisasi di Semenanjung Korea."
Dalam pembicaraan sebelumnya, Korut menyatakan keinginan untuk menghentikan program senjatanya jika AS menarik pasukan dari Korsel dan mencabut seluruh "payung pencegah nuklir" dari wilayah kekuasaan Seoul dan Jepang.
Kehadiran pasukan AS di Korsel ini pula yang membuat Korut tiba-tiba mengancam membatalkan rencana pertemuan antara Kim dan Trump dua pekan lalu.
Sejak saat itu, AS dan Korut kembali melakukan perang pernyataan. Puncaknya, Korut menyatakan siap beradu kekuatan nuklir dengan AS pada pekan lalu, setelah Wakil Presiden Mike Pence melontarkan pernyataan kontroversial dalam sebuah wawancara dengan Fox.
Tak sampai sehari setelah Korut melansir pernyataan tersebut, Trump mengirimkan surat kepada Kim untuk membatalkan pertemuan. Namun, dalam surat itu Trump tetap menyatakan keinginan untuk bertemu dengan Kim "satu hari nanti."
Wakil Menlu Korut, Kim Kye Gwan, pun menanggapi pernyataan itu dengan berkata, "Pengumuman pembatalan pertemuan itu tak kami harapkan dan kami sangat menyesalkan itu. Kami menyatakan kepada AS keinginan kami untuk duduk bersama kapan pun untuk memperbaiki masalahnya."
[Gambas:Video CNN] (has)