Jakarta, CNN Indonesia -- Pangeran William dari
Inggris menyuarakan kengerian atas pameran kamp pembantaian
Yahudi di monumen holokaus, dalam awal kunjungannya ke wilayah Israel dan Palestina, Selasa (26/6).
Mengenakan peci Yahudi berwarna hitam William menaruh rangkaian bunga di Aula Kenangan di monumen Yad Vashem. Di sana, api abadi menyala dan nama-nama korban pembantaian serta kamp konsentrasi Nazi diukirkan di lantai.
"Mengerikan," kata William, melihat pameran di museum sepatu yang diambil Nazi dari Yahudi di kamp pembantaian. "Saya berupaya untuk membayangkan skalanya."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah berkeliling, pangeran disambut oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan istrinya, Sara, di kediaman resmi di Yerusalem. Di belakang mereka terpasang bendera kebangsaan Inggris dan Israel.
Dalam kunjungan empat hari yang digambarkan Inggris sebagai aktivitas non-politis itu, William juga dijadwalkan menemui Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan para pemuda di daerah pendudukan Tepi Barat.
Di Yad Vashem, William menandatangani buku tamu dengan catatan bahwa nenek buyutnya, Putri Alice, sempat dihormati insitusi sebagai salah satu "negara paling adil" karena menampung para Yahudi di rumahnya di Yunani selama holokaus.
Dia juga berbicara dengan dua korban yang selamat dari genosida Nazi berkat intervensi Inggris.
Henry Foner (86) dan Paul Alexander (80) adalah dua dari ribuan anak Yahudi yang dibawa Inggris dari daerah Eropa kekuasaan Jerman era 1930-an.
Setelah kegiatan itu, William akan mengunjungi Presiden Reuven Rivlin sebelum bertolak ke Jaffa dan Tel Aviv di pesisir Mediterrania untuk bertemu dengan orang-orang yang berpartisipasi dalam program kepemudaan berbasis sepak bola.
Inggris merebut Palestina dari kesultanan Ottoman pada 1917 dalam Perang Dunia I, dan mendaftarkan wilayah itu di bawah mandat internasional hingga 1948. Negara tersebut menarik diri dari sana satu hari sebelum Israel mendeklarasikan kemerdekaan.
Kunjungan dilakukan atas kunjungan pemerintah Inggris. Hingga kini, kebijakan Inggris melarang kunjungan kerajaan resmi hingga konflik Israel-Palestina terselesaikan.
(aal)