Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Kosovo, Hashim Thaci, berjanji akan bersikap kooperatif dan "sepenuhnya transparan" jika jaksa pengadilan internasional mau memeriksa dirinya terkait dugaan kejahatan perang ketika negaranya berperang dengan
Serbia sekitar 1990-an.
"Jika (saya) dipanggil oleh jaksa penuntut ke pengadilan, saya akan menjawab permintaan itu dengan sangat transparan sesuai tanggung jawab moral, nasional, politik, konstitusional, dan hukum tertinggi," ucapnya kepada wartawan di Pristina pada Senin (21/1).
Didukung Eropa, pengadilan internasional itu sengaja dibentuk di Den Haag, Belanda, pada 2015 lalu untuk mengadili pelaku kejahatan perang yang diduga dilakukan Tentara Pembebasan Kosovo Etnis Albania (KLA) terhadap warga Serbia dalam perang tersebut.
Thaci adalah pemimpin politik KLA saat perang kemerdekaan 1998-1999 berlangsung. Pengadilan yang berjalan sesuai hukum Kosovo, sengaja ditempatkan di Belanda demi melindungi para saksi yang terpapar tekanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan khusus itu belum mengumumkan dakwaan terhadap Thaci. Namun, media lokal melaporkan jaksa penuntut sejauh ini telah memanggil belasan mantan anggota KLA.
Dikutip
AFP, dua mantan komandan KLA, Rrustem Mustafa dan Sami Lushtaku, adalah dua pejabat yang pertama diinterogasi pengailan pada pekan lalu. Mustafa mengaku diperiksa "sebagai saksi tersangka" tanpa menjelaskan maksudnya.
Sementara itu, Lushtaku memilih untuk bungkam ketika berhadapan dengan media usai diperiksa.
Interogasi disebut dilakukan menjelang kemungkinan jaksa menjatuhkan dakwaan terhadap Mustafa dan Lushtaku. Sejauh ini, pengadilan belum mengomentari kesaksian keduanya.
"Ini adalah tindakan prosedural yang diperlukan guna mengumpulkan bukti," ucap seorang wartawan terkemuka Kosovo, Vehbi Kajtazi.
"Dakwaan pertama mungkin akan dijatuhkan dalam waktu dekat."
Sementara itu, Ketua Asosiasi Veteran Perang, Hysni Gucat, mengatakan pengadilan kemungkinan memanggil sekitar 100 mantan pejuang KLA lain untuk diinterogasi dalam beberapa bulan ke depan.
Perang Kosovo merupakan konflik berdarah paling parah setelah keruntuhan Republik Yugoslavia pada sekitar 1990-an.
Konflik yang berlangsung dua tahun sejak awal 1998 hingga Juni 1999 itu menewaskan lebih dari 13 ribu orang, termasuk 11 ribu dari etnis Albania, 2 ribu etnis Serbia, dan 500 etnis Roma.
(rds/has)