Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Turki,
Recep Tayyip Erdogan, dilaporkan menyebut warga di daerah otonomi
Uighur di Xinjiang,
China, hidup bahagia, bertolak belakang dengan dugaan internasional terkait pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran di kawasan itu.
Kantor berita China,
Xinhua, melaporkan bahwa pernyataan ini dilontarkan langsung oleh Erdogan saat bertemu dengan Presiden Xi Jinping di Beijing pada Selasa (2/7).
Dalam pemberitaan tersebut,
Xinhua melaporkan bahwa Erdogan juga tetap mendukung kebijakan Satu China yang selama ini digaungkan Beijing.
"Turki berkomitmen pada kebijakan Satu China, kata Erdogan, menekankan bahwa warga berbagai etnis di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang hidup bahagia berkat kesejahteraan China, dan Turki tak akan membiarkan siapapun merenggangkan hubungan mereka dengan China," tulis
Xinhua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemberitaan itu berlanjut, "Ia juga menyatakan kesiapan untuk memperdalam kepercayaan bersama dan memperkuat kerja sama keamanan dengan China untuk melawan ekstremisme."
Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan laporan berbagai kelompok pemantau internasional belakangan ini.
Seorang peneliti independen dari Jerman, Adrian Zenz, mengatakan bahwa China diduga menahan 1,5 juta Muslim Uighur dan umat Islam lainnya di kamp-kamp penahanan di Xinjiang.
Zenz mengatakan bahwa perkiraan baru ini didapat setelah pemeriksaan citra satelit teranyar dan kesaksian sejumlah warga Muslim yang mengaku kerabatnya menghilang.
"Meski masih spekulasi, dapat diperkirakan ada sekitar 1,5 juta etnis minoritas, sekitar 1 dari enam orang dewasa dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang, ditahan di pusat detensi, pengasingan, dan fasilitas re-edukasi," ujar Zenz dalam salah satu acara di Dewan HAM PBB pada Maret lalu.
[Gambas:Video CNN]Zenz menyebut China melakukan genosida kebudayaan dengan mengajarkan paham-paham di luar keagamaan Islam kepada jutaan orang itu.
Selama ini, pemerintah China memang dilaporkan kerap melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang.
Berdasarkan kesaksian korban, otoritas China terus melakukan penahanan massal sewenang-wenang terhadap Uighur dan minoritas Muslim lain di Xinjiang sejak 2014 lalu.
(has)