Jakarta, CNN Indonesia -- Delegasi
Taliban kembali mengunjungi
Indonesia pada akhir pekan lalu. Kementerian Luar Negeri mengatakan delegasi Taliban yang langsung diketuai wakil pimpinannya, Mullah Abdul Ghani Baradar, itu diterima secara informal oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di kediamannya di Jakarta.
Meski pemerintah Indonesia enggan buka mulut terkait pertemuan itu, juru bicara Taliban menuturkan pertemuan itu dilakukan guna membicarakan relasi politik antara Indonesia-Afghanistan dan juga proses perdamaian di negara Asia Selatan itu yang masih dilanda perang sipil selama 18 tahun terakhir.
Lawatan akhir pekan lalu itu juga bukan yang pertama kali dilakukan Taliban ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Agustus lalu, delegasi Taliban juga sempat berkunjung ke Jakarta dan menemui JK serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Ahli politik internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menilai lawatan delegasi Taliban tersebut merupakan bentuk kepercayaan Afghanistan kepada Indonesia untuk membantu proses perdamaian di negara itu.
"Mereka masih terlibat konflik dengan pemerintahnya sendiri di Afghanistan dan juga Amerika Serikat, jadi tampaknya mereka percaya hanya Indonesia yang bisa dimintakan jasa baiknya untuk membawa perdamaian menyeluruh di negara itu," kata Teuku Rezasyah, kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (30/7).
[Gambas:Video CNN]Indonesia berkontribusi dalam proses perdamaian di antara keduanya di mana perang masih berlangsung terutama sejak koalisi Amerika Serikat menggulingkan Taliban yang saat itu berkuasa dalam pemerintahan Afghanistan.
Hal itu terlihat sejak Presiden Afghanistan Ashraf Ghani bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada April 2017 lalu.
Dalam kesempatan itu, Ghani disebut meminta Indonesia untuk bisa membantu negaranya keluar dari konflik sipil berkepanjangan.
Sejak itu, pejabat tinggi pemerintah rajin melawat Afghanistan mulai dari pejabat Kemlu RI, Menlu Retno, JK, hingga Jokowi.
Pada Januari 2018 lalu, Jokowi melakukan lawatan balasan ke Afghanistan meski situasi dan keamanan di Ibu Kota Kabul sedang tidak kondusif.
Sepekan sebelumnya, kelompok Taliban melakukan aksi bom bunuh diri di dekat Kedutaan Besar RI di Kabul menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai sekitar 250 lainnya.
Di hari H lawatan Jokowi, sekelompok orang bersenjata menyerang sebuah akademi militer di Kabul.
Dalam lawatan itu, Jokowi mengusulkan diadakan pertemuan ulama internasional guna membantu proses perdamaian dunia terutama di Afghanistan. Saat itu, Jokowi juga menyatakan kesiapan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan tersebut.
Empat bulan berselang, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan trilateral ulama dari tiga negara yakni Indonesia, Afghanistan, dan Pakistan.
Pertemuan itu menghasilkan Bogor Ulama Declaration of Peace yang salah satunya berisikan dukungan perdamaian di Afghanistan.
"Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan tokoh-tokoh agama yang melibatkan ulama dari Pakistan, Afghanistan, dan Indonesia. Kegiatan ini dengan sendirinya berkontribusi dalam keberlanjutan upaya membangun komunikasi (antara pemerintah Indonesia dengan pihak bersengketa di Afghanistan)," kata pelaksana juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah kemarin.
Selain Jokowi, JK juga turut andil dalam meningkatkan peran Indonesia dalam perdamaian di Afghanistan. Kurang dari sebulan setelah lawatan Jokowi, JK juga berkunjung ke Afghanistan untuk menjadi tamu kehormatan dalam acara Kabul Peace Proces Conference.
Dalam acara tersebut, JK berbagi cerita pengalaman RI mengatasi konflik sipil.
Ahli politik internasional Teuku Rezasyah menganggap Afghanistan sadar betul mengenai rekam jejak Indonesia dalam mengatasi konflik domestik seperti dalam menghadapi kelompok separatis, oposisi, hingga melerai konflik agama.
Hal itu, paparnya, terlihat ketika pemerintah menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005 dan konflik Poso sekitar awal 2000-an. Teuku juga mengatakan Indonesia turut berkontribusi dalam mengatasi konflik di Filipina Selatan dan Thailand Selatan.
Selain itu, mantan Dekan Fakultas Humaniora President University itu menganggap Indonesia tidak memiliki kepentingan apa-apa dalam konflik ini sehingga Afghanistan lebih mempercayai Indonesia daripada negara barat seperti Amerika Serikat dan Jerman.
"Taliban bahkan pemerintah Afghanistan terlihat sangat percaya Indonesia di mana kita tidak memiliki kepentingan yang muluk-muluk seperti negara lain. Selain itu juga mereka sadar
track record kita kalau Indonesia selalu kedepankan pendekatan
soft power yakni melalui pemberdayaan," kata Teuku.
Indonesia Alternatif ASTeuku Rezasyah mengatakan lawatan Taliban ke Jakarta akhir pekan lalu juga dilihat bahwa sejumlah pihak di Afghanistan tengah mencari alternatif mediator perdamaian selain Amerika Serikat.
Menurut dosen jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjajaran itu, warga Afghanistan sudah tidak percaya dengan negara Barat terutama AS terlebih setelah pernyataan kontroversial Presiden Donald Trump yang menyebut ingin menghapus negara Afghanistan dari muka bumi.
[Gambas:Video CNN]Pernyataan itu disampaikan Trump saat bertemu Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di Gedung Putih pada pekan lalu.
"Tampaknya Afghanistan tengah mencari alternatif mediator lain selain AS untuk mendamaikan mereka karena sudah banyak ide-ide perdamaian yang disponsori AS selama ini tidak jalan," kata Teuku.
Menurut Teuku, ini merupakan kesempatan Indonesia untuk meningkatkan nilai tawar di hadapan AS. Ia menuturkan Indonesia harus mengusulkan proposal perdamaian jangka panjang bagi Afghanistan yang lebih berkelanjutan daripada yang dilakukan AS selama ini.
Jika Indonesia berhasil bawa perdamaian, Teuku menganggap peran Indonesia di kancah internasional akan terdengar lebih nyaring lagi. Selain itu, jika Jakarta berhasil mendamaikan Afghanistan, AS akan lebih mendengar Indonesia lagi.
"Kalau sudah berhasil, ide-ide apa pun dari Indonesia akan didengar oleh AS. Karena bisa dibilang AS sekarang dalam masa-masa sulit jika tidak mau menahan malu karena gagal mendamaikan Afghanistan," tutur Teuku.