Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat
Donald Trump menyerukan negara
Eropa segera memulangkan dan mengadili warganya yang telah bergabung dengan kelompok
ISIS di Suriah dan Irak.
"Kita semua memiliki kewajiban untuk menjaga mereka agar tidak pernah kembali ke medan perang. Cara paling efektif adalah negara-negara asal harus memulangkan mereka dan menuntut mereka atas kejahatan yang telah mereka lakukan," ucap Koordinator Kementerian Luar Negeri AS untuk urusan kontra-terorisme, Duta Besar Nathan Sales, Kamis (1/7).
"Kami ingin melihat lebih banyak negara Eropa untuk mengikuti langkah ini. Tidak ada yang seharusnya mengandalkan AS untuk menyelesaikan masalah ini untuk mereka," ujarnya menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perwakilan Khusus AS untuk Suriah, James Jeffrey, mengatakan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi saat ini menahan lebih dari 10 ribu pengikut ISIS.
Sebanyak 8.000 pengikut ISIS itu berasal dari Irak dan Suriah, sementara 2.000 lainnya merupakan warga asing dari 50 negara, termasuk beberapa dari negara Eropa.
Dikutip
AFP, Jeffrey menuturkan SDF juga menampung sekitar 70.000 istri para pejuang dan anak-anak. Sebanyak 10.000 di antaranya berhubungan dengan 2.000 pejuang asing.
[Gambas:Video CNN]
Permintaan Trump ini bukan yang pertama kalinya dilayangkan AS. Gedung Putih telah lama mendesak Eropa untuk merepatriasi warga-warganya dari dua negara konflik itu namun Inggris dan Perancis menolak.
Permintaan itu diutarakan Trump menyusul penangkapan seorang warga Texas berusia 23 tahun di Dallas setelah diduga sempat pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teroris tersebut.
Kementerian Kehakiman mengatakan pria bernama Omer Kuzu itu telah didakwa pengadilan federal Kota Dallas karena bersekongkol untuk memberikan dukungan materi kepada ISIS.
Kuzu menghadiri sidang perdana pada Kamis kemarin. Menurut Kementerian Kehakiman, Kuzu sempat ditahan SDF sebelum diserahkan kepada Biro Investigasi Federal (FBI) dan dikembalikan ke Texas.
Berdasarkan dokumen pengadilan, Kuzu dan saudara laki-lakinya diduga pergi ke Istanbul pada Oktober 2014 untuk bergabung ISIS.
Kuzu mengaku kepada aparat bahwa dia sempat menerima pelatihan dari instruktur ISIS di Mosul, Irak. Dia kemudian direkrut untuk memperbaiki alat komunikasi garis depan ISIS di Suriah dengan gaji US$125 dolar per bulan.
Kuzu kemudian ditangkap SDF setelah mencoba lari dari Suriah menyusul gempuran pasukan koalisi AS terhadap ISIS di awal 2019 lalu.
Jika terbukti bersalah, Kuzu terancam dipenjara hingga 20 tahun.
(rds/dea)