Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mendesak pemerintah Amerika Serikat untuk mengendalikan penjualan senjata, setelah kejadian
penembakan massal terjadi di Texas yang ikut menewaskan delapan orang Meksiko.
Penembakan massal terjadi di sebuah pasar swalayan Walmart di El Paso, Texas, Sabtu (3/8) yang total menewaskan 22 orang dan melukai puluhan orang lainnya.
Lopez Obrador mengatakan baik Partai Republik maupun Demokrat di Amerika Serikat belum cukup banyak melakukan hal untuk melindungi orang dari aksi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bila kita melihatnya secara objektif, kami harus mengatakan bahwa dua partai utama Amerika Serikat masih belum memberikan perhatian yang cukup atas pengendalian senjata," kata Lopez Obrador dalam konferensi pers, Senin (5/8) waktu setempat.
Partai Demokrat diketahui telah lama mendorong pembentukan peraturan yang lebih ketat terkait kepemilikan senjata.
Namun aksi tersebut terhalang oleh Partai Republik yang didukung kuat oleh lobi dari National Rifle Association.
"Kami amat menghargai apa yang diputuskan oleh pemerintah [AS], namun kami merasa kejadian malang ini di Amerika Serikat membutuhkan perenungan, analisis, dan keputusan untuk mengendalikan penjualan senjata yang sembarangan," kata Lopez Obrador.
Lopez Obrador juga mengatakan pemerintahannya tengah mempelajari peluang menggugat tersangka penembakan, yang disebut media AS bernama Patrick Crusius yang masih berusia 21 tahun.
Crusius disebut akan digugat dengan tuduhan terorisme dan meminta ekstradisi orang tersebut untuk menghadapi hukuman di Meksiko.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard bertemu dengan keluarga korban yang merupakan orang Meksiko, Senin (5/8).
Ebrard menyebut para korban yang merupakan orang Meksiko bernama Sara Esther Regalado, Adolfo Cerros Hernandez, Jorge Calvillo Garcia, Elsa Mendoza de la Mora, Gloria Irma Marquez Juarez, Maria Eugenia Legarreta Rothe, Ivan Filiberto Manzano, dan Juan de Dios Velazquez Chairez.
Aparat Amerika Serikat sendiri menyelidiki penembakan di El Paso, Texas, yang menewaskan 29 orang pada akhir pekan lalu sebagai terorisme domestik.
"Kami akan melakukan apa yang biasa kami lakukan terhadap teroris di negara ini yang harus disertai dengan proses peradilan yang pasti," ujar jaksa Texas, John Bash, seperti dilansir
Reuters.
Bash kemudian menjelaskan bahwa aksi penembakan ini memang "dirancang untuk mengintimidasi populasi sipil."
Keterangan Bash sejalan dengan pernyataan Gubernur Texas, Greg Abbott, yang menyebut bahwa aparat menduga insiden ini merupakan kejahatan berlandaskan kebencian.
Dugaan ini mencuat setelah kepolisian menemukan manifesto yang dituliskan pelaku. Manifesto tersebut mengindikasikan pelaku menjalankan aksi mematikannya atas dasar rasial.
(afp/end)