Jakarta, CNN Indonesia -- Gedung Putih merilis transkrip percakapan kontroversial antara
Donald Trump dengan Presiden
Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang memicu proses pemakzulan terhadap sang presiden
Amerika Serikat.
Dalam transkrip pembicaraan yang dirilis pada Rabu (25/9) tersebut, Trump memang dianggap menunjukkan kedekatan antara kedua kepala negara.
Transkrip tersebut juga memuat perbincangan ketika Trump berupaya menjatuhkan rivalnya dalam pemilu 2020 mendatang, Joe Biden.
Di tengah perbincangan, Trump meminta Zelensky menyelidiki kasus dugaan korupsi dalam perusahaan milik putra Biden, Hunter Biden, yang diduga dibuat-buat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berbicara soal putra Biden, Biden tak lagi diselidiki dan banyak orang ingin tahu tentang itu jadi apapun yang bisa Anda lakukan dengan Jaksa Agung akan sangat baik," ujar Trump dalam transkrip yang dilansir di
CNN.
Melanjutkan pernyataannya, Trump berkata, "Biden terus memamerkan bahwa ia sudah tak diselidiki jadi jika Anda bisa memeriksanya... Terdengar sangat buruk bagi saya."
Zelensky kemudian mengatakan bahwa ia sangat mengerti situasi Trump. Ia kemudian memastikan bahwa hakim dalam pengadilan di Ukraina merupakan orang pilihannya.
"Dia akan melihat masalah ini, khususnya terhadap perusahaan yang Anda bahas dalam isu ini," tutur Zelensky.
Sebelum transkrip dirilis, penggalan pembicaraan antara Trump dan Zelensky tersebar di berbagai media. Ketua Dewan Perwakilan AS, Nancy Pelosi, akhirnya sepakat untuk memulai proses pemakzulan meski sebelumnya ia selalu ogah melengserkan Trump.
"Presiden harus bertanggung jawab. Tak ada orang yang di atas hukum," ucap Pelosi sebagaimana dikutip
AFP.
Jika nantinya Trump diyakini melakukan "pengkhianatan, suap, tau kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan" berdasarkan konstitusi AS, Dewan Perwakilan AS dapat langsung melanjutkan proses pemakzulan.
Jalan panjang menuju pemakzulan pun dimulai. Pertama, Dewan Perwakilan harus menyerahkan bukti pelanggaran Trump kepada komite yang sudah ditunjuk sebelumnya.
Komite tersebut lantas akan mempelajari bukti tersebut dan menjalankan penyelidikan lebih lanjut. Jika bukti tersebut kuat, komite akan menyusun "pasal-pasal" pemakzulan yang sebenarnya setara dengan tuntutan kriminal di ranah politik.
[Gambas:Video CNN]Mereka kemudian menyerahkan pasal tersebut ke Dewan Perwakilan, yang setelah itu bakal menggelar pemungutan suara. Dalam proses tersebut, Dewan Perwakilan diwajibkan memilih untuk memakzulkan Trump atau tidak.
Jika disetujui, pasal tersebut akan dibawa ke Senat, di mana "pengadilan" akan digelar. Dalam proses tersebut, utusan dari Dewan Perwakilan akan bertindak sebagai penuntut, sementara Trump dan pengacaranya menjadi "tersangka".
Sementara itu, kepala hakim dari Mahkamah Agung akan mengawasi pengadilan di Senat tersebut. Setelah proses pemeriksaan rampung, anggota Senat bakal kembali menggelar pemungutan suara.
Jika dua pertiga anggota parlemen sepakat untuk memakzulkan Trump, maka kursi presiden akan dikosongkan. Wakil presiden lantas akan mengisi sementara kekosongan kursi di Gedung Putih tersebut.
(has)