Jakarta, CNN Indonesia -- Aksi
demonstrasi yang kembali terjadi di
Libanon pada Rabu (15/1) kemarin berakhir rusuh. Demonstran dan polisi antihuru-hara bentrok di jalanan Ibu Kota Beirut.
Seperti dilansir
Associated Press, Kamis (16/1), polisi menembakkan gas air mata dan kembang api serta melempari massa demonstran dengan botol air minum dan batu. Aparat juga menangkap sejumlah demonstran yang diduga memicu kerusuhan.
Sekitar 35 pengunjuk rasa terluka dalam bentrokan tersebut. Di sisi lain, demonstran yang murka merusak kaca bank dan merusak mesin anjungan tunai mandiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak unjuk rasa yang berlangsung tiga bulan lalu, baru kali ini bentrokan terjadi di kawasan niaga Beirut.
Massa sebelumnya sempat berdemo di markas Kepolisian Beirut. Mereka menuntut aparat membebaskan rekan-rekan mereka yang ditangkap saat bentrokan pada Selasa lalu.
Warga Libanon berunjuk rasa menyuarakan kekecewaan akibat krisis ekonomi. Mereka juga geram sebab para politikus justru malah berebut kekuasaan.
[Gambas:Video CNN]Berdasarkan data Bank Dunia, lebih dari seperempat penduduk Libanon hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara, aktor politik relatif tidak berubah sejak akhir perang saudara selama 15 tahun pada 1990.
Libanon juga merupakan salah satu negara yang paling tinggi tingkat utangnya di dunia, dengan defisit sekitar US$86 miliar, atau lebih dari 150 persen dari produk domestik bruto.
Pertumbuhan ekonomi pun anjlok dalam beberapa tahun terakhir. Itu diperparah dengan kebuntuan politik sebagai dampak perang di negara tetangganya, Suriah.
Dalam hal Indeks Persepsi Korupsi, Lebanon berada di peringkat 138 dari 180 negara pada 2018. Kondisi warga sendiri masih menderita kekurangan pasokan listrik dan air yang kronis.
Sistem politik Libanon dibentuk untuk menyeimbangkan kekuasaan antara sekte-sekte keagamaan di negara itu, termasuk Kristen, Muslim Sunni, Muslim Syiah, dan Druze.
(ayp/ayp)