Singapura Disebut Kebobolan Kasus Corona dari Pekerja Migran

CNN Indonesia
Minggu, 19 Apr 2020 18:50 WIB
mingran singapura tidak bisa pulang
Para ahli menyebut lonjakan kasus virus corona di Singapura karena kebobolan dari pekerja migran dan orang yang datang dari luar negeri. Ilustrasi. (AFP).
Jakarta, CNN Indonesia -- Data John Hopkins University melansir kasus virus corona di Singapura melonjak dari semula 266 pasien pada 17 Maret lalu menjadi 5.992 kasus pada Minggu (18/4).

Memang, angka tersebut terbilang kecil dibandingkan Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa yang mengungkap kasus hingga ratusan ribu dengan angka kematian mencapai puluhan ribu.

Namun, lonjakan itu agak mengkhawatirkan mengingat penduduk Singapura hanya 5,7 juta jiwa. Secara geografis pun, luasan wilayah Singapura tidak lebih besar dari New York.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Singapura juga hanya memiliki perbatasan darat dengan satu negara, yaitu Malaysia. Hal itu dinilai mempermudah pemerintah Perdana Menteri Lee Hsien Loong untuk menjaga pergerakan individu keluar masuk negaranya dan mengendalikan pandemi.

Apalagi, Singapura sempat dipuji sebagai negara paling sukses menekan penularan virus corona. Bahkan, negeri jiran itu dijadikan contoh oleh beberapa negara lain yang sukses melawan pandemi covid-19 tanpa menerapkan kebijakan lockdown (penutupan wilayah).

Namun, 'prestasi' itu mulai luntur seiring dengan bertambahnya kasus corona di Singapura.

Mengutip CNN.com, sejumlah ahli mengatakan sebetulnya bisa saja menekan penularan corona tanpa menerapkan lockdown. Tetapi, hal itu harus dibarengi dengan kebijakan pemerintah mencegah virus masuk dari luar negeri.

Selain itu, pemerintah juga harus cepat mendeteksi dan menangani setiap kemunculan kasus corona baru.

Jika langkah-langkah tersebut gagal dilakukan, penularan virus akan terjadi jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan negara yang memberlakukan lockdown.

Para ahli berpendapat lonjakan kasus virus corona yang sangat signifikan di Singapura terjadi akibat pemerintah setempat kebobolan dengan mengabaikan sejumlah wilayah yang kini menjadi salah satu titik penularan virus, seperti asrama pekerja migran.

Banyak kasus corona baru yang ditemukan terkait dengan para pekerja migran di Singapura. Sebagian besar dari mereka banyak yang terjebak karantina di asrama-asrama lantaran majikan dan proyek-proyek terhenti selama penyebaran wabah corona.

Di awal penyebaran wabah, Singapura dengan gesit melakukan karantina dan melakukan contact tracing terhadap setiap orang yang baru tiba dari luar negeri dan berpotensi terpapar virus corona. Setiap orang yang baru datang dari luar negeri hingga memiliki gejala covid-19 pun dikarantina dan dimonitor oleh pemerintah.

[Gambas:Video CNN]

Di saat bersamaan, pemerintah juga terus membangun membangun kesadaran publik demi mendorong warga mengambil langkah pencegahan agar tidak tertular covid-19.

Ketua Pusat Pengendalian Infeksi Penyakit National University of Singapura Dale Fisher menuturkan langkah terpenting yang berhasil menekan angka penularan adalah pemerintah tidak membiarkan pasien positif corona dengan atau tanpa gejala kembali ke lingkungannya sebelum dinyatakan sembuh.

Fisher menuturkan pihak berwenang Singapura mengkarantina seluruh pasien positif corona terlepas dari ringan atau berat gejalanya sampai mereka dinyatakan negatif (sembuh).

Selain itu, Fisher juga menuturkan Singapura telah melakukan pemeriksaan massal dan karantina. Namun sayangnya, masih cukup banyak kelompok masyarakat yang belum menjalani pemeriksaan covid-19 dan dianggap luput dari perhatian pemerintah Singapura, yakni para pekerja migran.

Meski begitu, belum jelas apakah kasus corona yang melibatkan pekerja migran di Singapura itu berasal dari luar negeri atau terjadi karena masih banyak kelompok masyarakat yang belum diperiksa covid-19.

Namun, kebanyakan pekerja migran di Singapura tinggal di asrama-asrama dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Satu kamar dihuni oleh enam sampai 12 orang pekerja migran menjadikan sulit untuk menerapkan kebijakan jaga jarak atau social distancing di asrama-asrama tersebut.

"Asrama-asrama pekerja migran itu seperti bom waktu yang menunggu meledak. Cara Singapura memperlakukan pekerja migran, seperti bukan negara maju tapi negara dunia ketiga," kata Tommy Koh, seorang pengacara dan mantan diplomat Singapura dalam unggahannya di Facebook.

"Mereka (pekerja migran) tinggal di asrama yang penuh sesak dan dikemas seperti ikan sarden di mana 12 orang pekerja migran dalam satu kamar," paparnya menambahkan. (rds/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER